Al-Qosim Bin Muhammad Bin Abu Bakar Ash-Shiddiq (Bag 1)

8/28/2010 12:49:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »
Sudah sampaikah berita kepada Anda tentang tabi'in yang agung ini? Seorang pemuda yang terkumpul pada dirinya pujian dari segala sisi, tak satupun pujian luput darinya.
Ayahanda beliau adalah Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ibunya adalah puteri Yazdajir, raja Persia yang terakhir. Sedangkan bibinya dari pihak ayah adalah Aisyah Rodhiallahu 'anha, Ummul Mukminin. Di samping itu, di atas kepalanya telah bertengger mahkota takwa dan ilmu. Adakah Anda masih mengira ada kemenangan yang lebih tinggi dari kemenangan yang semua orang bersaing dan berlomba men­dapatkannya ini?

Dialah Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq, satu dari tujuh fuqaha Madinah, yang paling utama ilmunya pada zamannya, paling tajam kecerdasan otaknya dan paling bagus sifat wara' nya. Marilah kita buka lembaran hidupnya dari awal.

Al-Qasim bin Muhammad lahir pada akhir masa khilafah Utsman bin Affan Rodhiallahu 'anhu. Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya anak ini, badai fitnah semakin dahsyat menerpa kaum muslimin. Hingga me ngakibatkan terbunuhnya khalifah yang zuhud, ahli ibadah, Dzun Nurain Utsman bin Affan sebagai syuhada, sedangkan Al-Qur'an ber ada dalam dekapannya

Suatu hari beliau memakaikan baju berwarna putih untuk kami. Kemudian aku didudukkan di pangkuannya yang satu sedang adikku di pangkuan yang lain. Paman Abdurrahman datang atas undangan nya. Lalu bibi Aisyiah mulai berbicara, beliau mulai dengan pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sungguh aku belum pernah mendengar sebelum dan sesudahnya seorangpun baik laki-laki ataupun perempuan yang lebih fasih lisannya dan lebih bagus tutur katanya dari beliau. Beliau berkata kepada paman: "Wahai saudaraku, aku melihat sepertinya Anda menjauh dari saya sejak saya mengambil dan merawat kedua anak ini. Demi Allah saya melakukannya bukan karena lancang kepada Anda, bukan karena saya menaruh buruk sangka kepada Anda dan bukan pula lantaran saya tidak percaya bahwa Anda dapat memenu hi hak keduanya. Hanya saja Anda memiliki istri lebih dari satu, se dangkan ketika itu kedua anak kecil ini belum bisa mengurus dirinya sendiri. Maka saya khawatir jika keduanya dalam keadaan yang tidak disukai dan tidak sedap dalam pandangan istri-istrimu. Sehingga saya merasa lebih berhak untuk memenuhi hak keduanya ketika itu. Namun sekarang keduanya sudah beranjak remaja dan telah mampu mengurus dirinya sendiri, maka bawalah mereka dan aku serahkan tanggung jawabnya kepada Anda." Begitulah, akhirnya pamanku Abdurrahman memboyong kami ke rumahnya.

Hanya saja, hati anak keturunan Abu Bakar ini masih terpaut de ngan rumah bibinya, Aisyah Rodhiallahu 'anha. Rindu terhadap lantai rumah yang bercampur dengan kesejukan nubuwat. Dia berkembang dan ter pelihara oleh perawatan pemilik rumah itu, dia kenyang dalam kasih sayangnya. Oleh sebab itu, dia membagi waktunya antara rumah bibi dan rumah pamannya.

Rumah bibinya betul-betul berkesan di hatinya. Lingkungan yang sejuk itu menghidupkan sanubari selama hayatnya. Simaklah kesan- kesan yang melekat di hatinya:
"Suatu hari aku berkata kepada bibiku Aisyah Rodhiallahu 'anha: "Wahai ibu, tunjukkan kepadaku kubur Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam dan kedua sahabatnya, aku ingin sekali melihatnya."

Tiga kubur itu berada di dalam rumahnya, ditutup dengan sesuatu untuk menghalangi pandangan. Beliau memperlihatkan untuk kami tiga buah makam yang tidak digundukkan dan tidak pula dicekung kan. Ketiganya ditaburi kerikil merah seperti yang ditaburkan di halaman masjid. Saya bertanya: "Yang mana makam Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasallam?" Beliau menunjuk salah satu darinya: "Ini." Bersamaan dengan itu, dua butir air mata bergulir di pipinya, tetapi segera di sekanya agar aku tak melihatnya. Makam Nabi Sholallahu 'alaihi wasallam itu agak lebih maju dari makam ke dua sahabatnya.

Saya bertanya lagi: "Lalu yang mana makam kakekku, Abu Bakar?"
Sambil menunjuk satu kubur beliau berkata: "Yang ini." Kulihat ma kam kakekku sejajar dengan letak bahu Rasulullah. Aku berkata: "Yang ini makam Umar?" Beliau menjawab: "Benar."

Aku melihat letak kepala Umar sejajar dengan jari-jari kakekku, dekat dengan arah kaki Nabi Sholallahu 'alaihi wasallam."

0 komentar: