Tawasul

8/15/2010 12:51:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »
Oleh: Hasan Husen Assagaf

SEBAGAI seorang muslim, saya terpanggil untuk mengantarkan janazah tetangga yang meninggal dunia. Setelah disolatkan di masjid Umu Ibrahim – Riyadh, janazah dikubur di pemakaman al- U’ud selepas solat Asar.

Di Riyadh kalau mengubur mayat ada sedikit berbeda dengan di negara kita. Bedanya, di sini tanahnya pera dan berpasir, jadi lobang yang digali cetek, mungkin dalamnya kurang lebih satu setengah meter. Tapi walaupun cetek, mayat cepat kering dan tidak terhendus baunya. Saya rasa hanya dua minggu mayat bisa habis dimakan tanah. Ini mungkin karna pengaruh udara kering ditambah suhunya yang bisa mencapai antara 4°C di musim dingin dan 50°C di musim panas.

Berbeda dengan di negara kita, udaranya lembab dan tanahnya basah. Jadi lobang kuburan harus digali lebih dalam, karena mayat susah keringnya. Katanya setelah 40 hari mayat baru bisa kering dan habis dimakan tanah. Inilah akhir dari perjalanan anak cucu Adam as, dan kita pasti mau atau tidak mau akan melaluinya.

Para salaf sholeh, mereka semua bersepakat dengan apa yang telah ditetapkan Rasulallah saw dan dijadikan sesuatu yang mutawatir (diterima kebenarannya) yang mana mayat setelah dikubur mengetahui orang yang menziarahinya dan mendapatkan ketenangan dengan kedatangannya. Sesuai dengan hadisth yang diriwayatkan oleh Imam besar Bukhari bahwa mayat setelah dikubur mendengar suara sandal orang yang mengatarkannya ke kuburan. Di lain hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Utsman bin Affan ra bahwa Rasulallah saw setelah selesai mengubur mayat, beliau berdiri dan bersabda: “Mintalah ampun bagi saudaramu ini, dan mintalah semoga diberikan ketetapan, karena ia sekarang akan ditanya”.

Dari hadist di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mayat itu hidup tidak mati. Hanya saja ia berpindah dari alam dunia ke alam yang baru dinamakan alam Barzakh. Di sana, ia hidup, ia ditanya, ia mendengar, ia melihat, ia membalas salam orang yang memberi salam kepadanya sama seperti orang hidup.

Kalau itu dilakukan untuk sesama manusia biasa, sekarang bagaimana halnya bagi manusia termulia di Dunia yang jutaan penziarah datang ke Madinah untuk memberi salam kepada beliau dan para sahabatnya.

Manusia termulia putra Abdullah dan Aminah bernama Muhammad saw itu benar-benar telah menjadi magnet bagi milyaran manusia. Kerna itu, Madinah tak pernah tidur menyambut para penziarah yang datang dari seluruh pelosok dunia hanya untuk memberi salam kepada baginda Nabi saw dan solat di masjidnya.

Tentu yang sudah pernah berziarah ke makam Rasulallah saw dan para sahabatnya tidak bisa membayangkan bagaimana menyimpan kenangan indah dari cahaya beliau dan pasti di luar dari kesadaran kita air mata mengucur keluar membasahi pipi kita. Kehebatan kota Madinah bukan saja karena kemegahan masjidnya akan tetapi juga karena bersemayam di dalamnya jasad beliau yang mulia. Di sanalah baru kita merasai keindahan ruhaniah kota Madinah yang membawa negeri itu, berkat Rasulallah saw, menjadi negeri yang penuh barokah.

Bagi yang pernah berziarah ke makam Rasulallah saw, pasti bisa melihat di muka tembok jendela rumah Rasullah saw (tempat dimana jasad beliau yang mulia disemayamkan), tertulis dua bait syair yg dibuat oleh seorang A’rabi (Arab Badui) sejak ratusan tahun yang lalu. Sampai sekarang tulisan itu masih bisa terbaca dan masih akan terus dibaca inysallah oleh umat Muhammad saw yang datang berziarah ke makamnya.

Diriwayatkan oleh al-Imam al-Hafidh al-Syeikh I’mad al-Din Ibnu Katsir dari al-U’tbi, ia berkata : Ketika aku sedang duduk di hadapan makam Rasullah saw, tiba tiba seorang A’rabi datang berziarah kepada beliau dan berkata : “Salam sejahtera atasmu wahai Rasulallah. Sesungguhnya aku mendengar Allah berberfirman “Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. Al-Nisa’, 64. “Wahai Rasulallah”, kata A’rabi dengan penuh kekhusyu’an, “aku datang kepadamu untuk memohonkan ampun bagiku dan memberikan kepadaku syafaatmu“. Kemudian A’rabi itu membaca dua bait syair:

ياخير من دفنت بالقاع أعظمه
فطاب من طيبهن القاع وا لأكم
نفسي الفداء لقبر أنت ساكنه
فيه العفاف وفيه الجود والكرم

Wahai jasad termulia di lahad kau bersemayam
Lahad dan tanah ber-semerbak dari semerbakmu
Ku korbankan diriku demi makam kau berdiam
Yang penuh kebijakan, keindahan dan kemurahanmu

Setelah membaca dua bait syair A’rabi itu keluar. Kemudian aku (al-U’tbi) tertidur dan bermimpi berjumpa dengan Rasulallah saw. Beliau pun berkata kepadaku: “Kejarlah A’rabi itu dan sampaikanlah kepadanya kabar gembira bahwa Allah telah mengampuni dosanya “

Dr. Muhammad bin Alwi Al-Maliki telah mengupas riwayat ini dalam kitabnya “Mafahim Yajibu An Tushahah“ bahwa banyak para masyayikh (ulama) meriwayatkan kisah ini, diantaranya: Al-Imam al Nawawi dalam kitabnya Al-Idhah, Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Abul Faraj bin Qudamah dalam kitabnya al Syarhul Kabir, Al Imam al Qurtubi (umdah atau pakar ilmu tafsir) dalam kitabnya tafsir Al Jami’, dan masih banyak lagi para ulama besar dan pakar ilmu tafsir yang meriwayatkan kisah ini.

Sekarang, apakah kisah yang diriwayatkan oleh para ulama besar itu dhaif jika dilihat dari sanadnya?…
Apakah yang diriwayatkan oleh para ulama besar itu merupakan suatu kekufuran atau kesesatan?…
Apakah yang dibawakan para ulama dan pakar ilmu tafsir itu mengajak kita kepada penyembahan berhala atau kuburan?…
Jika hal itu demikian menurut penapsiran ulama mereka, maka ulama mana lagi yang bisa dipercaya.

Wallahua’lam,

0 komentar: