ARTI KIASAN LAMBANG BEDGE AMBALAN MAN REJOTANGAN

6/23/2011 03:20:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »


1)Perisai bersegi lima warna hitam, merupakan simbol pancasila sebagai pengaman guna melindungi dan menanggulangi setiap bahaya, ancaman,serangan dan ancaman. Melambangkan bahwa pramuka Gugus depan MAN Rejotangan dengan berbekal jiwa pancasila siap menghadapi segala macam bahaya, ancaman, serangan dan tantangan hidup.
2)Tiga Bintang melambangkan Try Satya yang merupakan kode etik anggota gerakan pramuka.
3)Dua buah tunas kelapa yang berpasangan mengibaratkan keselarasan dan kesatuan gerakan Pramuka yang sedang membina dirinya sebagai mahluk pribadi, makhluk sosial dan makhluk Tuhan, menuju cita-cita bangsa yang tinggi, setinggi bintang di langit, untuk kemudian mengabdikan dirinya ke dalam dan ke luar organisasi Gerakan Pramuka.
4)Warna merah melambangkan keberanian, kebulatan tekad untuk menempuh rintangan dan alangan.
5)Warna kuning melambangkan kecerahan hidup yang menuju ke keagungan dan keluhuran budi.
6)Pemisah warna kuning dan merah ke arah kanan melambangkan Bahwa Gerakan Pramukan MAN Rejotangan selalu bertindak dan membela kebenaran serta kebaikan.

HADITS ARBA'IN (36)

6/16/2011 08:03:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »
الحديث السادس والثلاثون
HADITS KETIGAPULUH ENAM


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَأَ فِي عَمَلِهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ. [متفق عليه]

Kosa kata :
نفَّس : Meringankan atau menghilangkan
كربة (كرب) : Cobaan berat
مُعْسِر : Orang yang kesulitan
يسَّرَ : Memudahkan
عون : Pertolongan
ستَرَ : Menutupi
سلك : Menempuh
اجتمع : Berkumpul
السكينة : Ketenangan
سهّل : Memudahkan
يتدارسونـ(ـه): (Mereka) saling mempelajari-(nya)
غشيتـ(هم) : Liputi, curahkan
حفتـ(هم) : mengelilingi (mereka) (kepada mereka)
يسرع : Segera
بطأ : Lambat

Terjemah hadits :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya di Hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitann niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah mudahkan baginya jalan ke syurga. Suatu kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk disisi-Nya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu tidak akan dipercepat oleh nasabnya. (Muttafaq alaih).
Kandungan Hadist:
1.Siapa yang membantu seorang muslim dalam menyelesaikan kesulitannya, maka akan dia dapatkan pada hari kiamat sebagai tabungannya yang akan memudahkan kesulitannya di hari yang sangat sulit tersebut.
2.Sesungguhnya pembalasan disisi Allah ta’ala sesuai dengan jenis perbuatannya.
3.Berbuat baik kepada makhluk merupan cara untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala.
4.Meluruskan niat dalam rangka mencari ilmu dan ikhlas di dalamnya agar tidak menggugurkan pahala sehingga amal dan usahanya sia-sia.
5.Memohon pertolongan kepada Alla ta’ala dan kemudahan dari-Nya, karena ketaatan tidak akan terlaksana kecuali karena kemudahan dan kasih sayang-Nya.
6.Selalu membaca Al Quran, memahaminya dan mengamalkannya.
7.Keutamaan duduk di rumah Allah untuk mengkaji ilmu.

ANAK KUNCI UNTUK MENGENAL ALLOH

6/16/2011 07:50:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »
Mengenal diri itu adalah "Anak Kunci" untuk Mengenal Alloh. Hadis ada mengatakan :
MAN 'ARAFA NAFSAHU FAQAD 'ARAFA RABBAHU
(Siapa yang kenal kenal dirinya akan Mengenal Alloh)
Firman Alloh Ta’ala dalam Al Qur’an yang artinya :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?" (QS. Fushilat :53)
Tidak ada hal yang melebihi diri sendiri. Jika anda tidak kenal diri sendiri, bagaimana anda hendak tahu hal-hal yang lain? Yang dimaksudkan dengan Mengenal Diri itu bukanlah mengenal bentuk lahir anda, tubuh, muka, kaki, tangan dan lain-lain anggota anda itu. karena mengenal semua hal itu tidak akan membawa kita mengenal Alloh. Dan bukan pula mengenal perilaku dalam diri anda yaitu bila anda lapar anda makan, bila dahaga anda minum, bila marah anda memukul dan sebagainya. Jika anda bermaksud demikian, maka binatang itu sama juga dengan anda. Yang dimaksudkan sebenarnya mengenal diri itu ialah:
Apakah yang ada dalam diri anda itu?
Dari mana anda datang? Kemana anda pergi? Apakah tujuan anda berada dalam dunia fana ini? Apakah sebenarnya bagian dan apakah sebenarnya derita?

Sebagian daripada sifat-sifat anda adalah bercorak kebinatangan. Sebagian pula bersifat Iblis dan sebagian pula bersifat Malaikat. Anda hendaklah tahu sifat yang mana perlu ada, dan yang tidak perlu. Jika anda tidak tahu, maka tidaklah anda tahu di mana letaknya kebahagiaan anda itu.
Kerja binatang ialah makan, tidur dan berkelahi. Jika anda hendak jadi binatang, buatlah itu saja. Iblis dan syaitan itu sibuk hendak menyesatkan manusia, pandai menipu dan berpura-pura. Kalau anda hendak menurut mereka itu, lakukan sebagaimana kerja-kerja mereka itu. Malaikat sibuk dengan memikir dan memandang Keindahan Ilahi. Mereka bebas dari sifat-sifat kebinatangan.
Jika anda ingin bersifat dengan sifat KeMalaikatan, maka berusahalah menuju asal anda itu agar dapat anda mengenali dan menuju pada Alloh Yang Maha Tinggi dan bebas dari belenggu hawa nafsu. Sebaiknya hendaklah anda tahu kenapa anda dilengkapi dengan sifat-sifat kebintangan itu.
Adakah sifat-sifat kebinatangan itu akan menaklukkan anda atau adakah anda menakluki mereka?. Dan dalam perjalanan anda ke atas martabat yang tinggi itu, anda akan gunakan mereka sebagai tunggangan dan sebagai senjata.
Langkah pertama untuk mengenal diri ialah mengenal bahwa anda itu terdiri dari bentuk yang zhohir, yaitu tubuh ; dan hal yang batin yaitu hati atau Ruh . Yang dimaksudkan dengan "HATI" itu bukanlah daging yang terletak dalam sebelah kiri tubuh.
Yang dimaksudkan dengan "HATI" itu ialah satu hal yang dapat menggunakan semua kekuatan, yang lain itu hanyalah sebagai alat dan kaki tangannya saja. Pada hakikat hati itu bukan termasuk dalam bidang Alam Nyata(Alam Ijsam) tetapi adalah termasuk dalam Alam Ghaib. Ia datang ke Alam Nyata ini ibarat pengembara yang melawat negeri asing untuk tujuan berniaga dan akhirnya kembali akan kembali juga ke negeri asalnya. Mengenal hal seperti inilah dan sifat-sifat itulah yang menjadi "Anak Kunci" untuk mengenal Alloh.

Sedikit ide tentang hakikat Hati atau Ruh ini bolehlah didapati dengan memejamkan mata dan melupakan segala hal yang lain kecuali diri sendiri. Dengan cara ini, dia akan dapat melihat tabiat atau keadaan "diri yang tidak terbatas itu". Meninjau lebih dalam tentang Ruh itu adalah dilarang oleh hukum. Dalam Al-Quran ada diterangkan bahwa :,
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Bani Israil:85)
Demikianlah sepanjang yang diketahui tentang Ruh itu dan ia adalah mutiara yang tidak bisa dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan dan ia termasuk dalam "Alam Amar/perintah". Ia bukanlah tanpa permulaan. Ia ada permulaan dan diciptakan oleh Alloh. Pengetahuan falsafah yang tepat mengenai Ruh ini bukanlah permulaan yang harus ada dalam perjalanan Agama, tetapi adalah hasil dari disiplin diri dan berpegang teguh dalam jalan itu, seperti tersebut di dalam Al-Quran :
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Ankabut:69)
Untuk menjalankan perjuangan Keruhanian ini, bagi upaya pengenalan kepada diri dan Tuhan, maka
•Tubuh itu bolehlah diibaratkan sebagai sebuah Kerajaan,
•Ruh itu ibarat Raja.
•Pelbagai indera (senses) dan daya (fakulti) itu ibarat satu pasukan tentara.
•Aqal itu bisa diibaratkan sebagai Perdana Menteri.
•Perasaan itu ibarat Pemungut pajak, perasaan itu terus ingin merampas dan merampok.
•Marah itu ibarat Pegawai Polisi,
•marah sentiasa cenderung kepada kekasaran dan kekerasan.
Perasaan dan marah ini perlu ditundukkan di bawah perintah Raja. Bukan dibunuh atau dimusnahkan karena mereka ada tugas yang perlu mereka jalankan, tetapi jika perasaan dan marah menguasai Aqal, maka tentulah Ruh akan hancur.
Ruh yang membiarkan kekuatan bawah menguasai kekuatan atas adalah ibarat orang orang yang menyerahkan malaikat kepada kekuasaan Anjing atau menyerahkan seorang Muslim ke tangan orang Kafir yang zalim. Orang yang menumbuh dan memelihara sifat-sifat iblis atau binatang atau Malaikat akan menghasilkan ciri-ciri atau watak yang sepadan dengannya yaitu iblis atau binatang atau Malaikat itu. Dan semua sifat-sifat atau ciri-ciri ini akan nampak dengan bentuk-bentuk yang jelas di Hari Pengadilan.
•Orang yang menurut hawa nafsu nampak seperti babi,
•Orang yang garang dan ganas seperti anjing dan serigala,
•Orang yang suci seperti Malaikat.
Tujuan disiplin akhlak (moral) ialah untuk membersihkan Hati dari karat-karat hawa nafsu dan amarah, sehingga ia jadi seperti cermin yang bersih yang akan memantulkan Cahaya Alloh Subhanahuwa Taala.
Mungkin ada orang bertanya,
"Jika seorang itu telah dijadikan dengan mempunyai sifat-sifat binatang, Iblis dan juga Malaikat, bagaimanakah kita hendak tahu yang sifat-sifat Malaikat itu adalah sifatnya yang hakiki dan yang lain-lain itu hanya sementara dan bukan sengaja?"
Jawabannya ialah mutiara atau inti sesuatu makhluk itu ialah dalam sifat-sifat yang paling tinggi yang ada padanya dan khusus baginya. Misalnya keledai dan kuda adalah dua jenis binatang pembawa barang-barang, tetapi kuda itu dianggap lebih tinggi darjatnya dari keledai karena kuda itu digunakan untuk peperangan. Jika ia tidak boleh digunakan dalam peperangan, maka turunlah ke bawah derajatnya kepada derajat binatang pembawa barang-barang. saja.
Begitu juga dengan manusia; daya yang paling tinggi padanya ialah ia bisa berfikir yaitu Aqal. Dengan pikiran itu dia bisa memikirkan hal-hal Ketuhanan. Jika daya berfikir ini yang meliputi dirinya, maka bila ia mati (bercerai nyawa dari tubuh) , ia akan meninggalkan di belakang semua kecenderungan pada hawa nafsu dan marah, dan layak duduk bersama dengan Malaikat. Jika berkenaan dengan sifat-sifat Kebinatangan, maka manusia itu lebih rendah tarafnya dari binatang, tetapi Aqal menjadikan manusia itu lebih tinggi tarafnya, karena Al-Quran ada menerangkan bahwa,
"Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan" (QS. Luqman:20)
Jika sifat-sifat yang rendah itu menguasai manusia, maka setelah mati, ia akan memandang terhadap keduniaan dan merindukan keindahan di dunia saja.
Ruh manusia yang berakal itu penuh dengan kekuasaan dan pengetahuan yang sangat menakjubkan.
Dengan Ruh Yang Berakal itu manusia dapat menguasai segala cabang ilmu dan Sains.
Dapat mengembara dari bumi ke langit dan balik semula ke bumi dalam sekejap mata.
Dapat memetakan langit dan mengukur jarak antara bintang-bintang.
Dengan Ruh itu juga manusia dapat menangkap ikan ikan dari laut dan burung-burung dari udara.
Menundukkan binatang-binatang untuk tunduk kepadanya seperti gajah, unta dan kuda.
Lima indera (pancaindera) manusia itu adalah ibarat lima buah pintu terbuka menghadap ke Alam Nyata (Alam Syahadah) ini.
Lebih ajaib dari itu lagi ialah Hati. Hatinya itu adalah sebuah pintu yang terbuka menghadap ke Alam Arwah (Ruh-ruh) yang ghaib.
Dalam keadaan tidur, apabila pintu-pintu dunia tertutup, pintu Hati ini terbuka dan manusia menerima berita atau kesan-kesan dari Alam Ghaib dan kadang-kadang membayangkan hal-hal yang akan datang. Maka hatinya adalah ibarat cermin yang memantulkan (bayangan) apa yang tergambar di Luh Mahfuz. Tetapi meskipun dalam tidur, pikiran tentang hal-hal keduniaan akan menggelapkan cermin ini. maka gambaran yang diterimanya tidaklah terang. Setelah lepasnya nyawa dengan tubuh (mati), Pikiran-pikiran tersebut hilang sirna dan segala sesuatu terlihatlah dalam keadaan yang sebenarnya.
Firman Alloh dalam Al-Quran :
"Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam". (QS. Qaaf:22).

Kimia Kebahagiaan (Pendahuluan)

6/13/2011 02:26:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »
Ketahuilah bahawa manusia ini bukanlah dijadikan untuk gurau-senda atau "sia-sia" saja. Tetapi adalah dijadikan dengan 'Ajaib sekali dan untuk tujuan yang besar dan mulia. Meskipun manusia itu bukan Qadim (kekal dari azali lagi), namun ia hidup selama-lamanya. Meskipun tubuhnya kecil dan berasal dari bumi, namun Ruh atau Nyawa adalah tinggi dan berasal dari sesuatu yang bersifat Ketuhanan. Apabila hawa nafsunya dibersihkan sebersih-bersihnya, maka ia akan mencapai taraf yang paling tinggi. Ia tidak lagi menjadi hamba kepada hawa nafsu yang rendah. Ia akan mempunyai sifat-sifat seperti Malaikat.
Dalam peringkat yang tinggi itu, didapatinya SyurgaNya adalah dalam bertafakur mengenang Alloh Yang Maha Indah dan Kekal Abadi.
Tidaklah lagi ia tunduk kepada kehendak-kehendak kebendaan dan kenafsuan semata-mata. Al-Kimiya' Keruhanian yang membuat pertukaran ini. Seorang manusia itu adalah ibarat Kimia yang menukarkan logam biasa (Base Metal) menjadi emas. Kimia ini bukan senang hendak dicari. Ia bukan ada dalam sebarang rumah orang.
Kimia ini ialah ringkasnya berpaling dari dunia dan menghadap kepada Alloh Subhanahuwa Taala.
Bahan-bahan Kimia ini adalah empat :
1. Mengenal Diri
2. Mengenal Alloh
3. Mengenal Dunia ini Sebenarnya. (Hakikat Dunia)
4. Mengenal Akhirat sebenarnya (Hakikat Akhirat)
Tambah lagi satu bahan-bahan kimianya yaitu Mencintai Alloh sebagaimana yang terdapat dalam bab-bab.
Kita akan teruskan perbincangan kita berkenaan bahan-bahan ini satu-persatu...Insya Alloh.
Untuk menerangkan Al-Kimiya' itu dan cara-cara operasinya, maka pengarang (Imam Ghazali) coba menulis Kitab ini dan diberi judul "Al-Kimiya' As-Saadah" yakni Kimia Kebahagiaan. Bahwa perbendaharaan Tuhan dimana Kimia ini boleh didapati ialah Hati Para Ambiya' dan pewaris-pewarisNya dari kalangan ulama-ulama Sufi kalangan Aulia Alloh. Barang siapa yang mencarinya selain itu adalah sia-sia dan akan Muflis (bangkrut) di Hari Pengadilan kelak apabila ia mendengar suara yang mengatakan :
لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ
"Kami telah angkat tirai dari kamu, dan pandangan kamu hari ini sangat tajam dan nyata".(Qaaf:22)
Alloh Subhanahuwa Taala telah turunkan ke bumi ini 124,000 orang Ambiya untuk mengajar manusia tentang bahan-bahan Al-Kimiya ini. Bagaimana hendak menyucikan hati mereka dari sifat-sifat rendah dan keji itu. Ikuti perkembangan perbincangan Imam Ghazali ini dari satu tingkat ke satu tingkat yang membuka jalan-jalan orang-orang Sufi yang mencapai Maqam Mahabbah, puncak tertinggi kebahagiaan yang ingin dimiliki oleh orang-orang yang Mengenal Alloh.

HADITS ARBA'IN (36)

6/13/2011 02:15:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »
الحديث السادس والثلاثون
HADITS KETIGAPULUH ENAM

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ. وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَأَ فِي عَمَلِهِ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ. [متفق عليه]

Kosa kata :
نفَّس : Meringankan atau menghilangkan
كربة (كرب) : Cobaan berat
مُعْسِر : Orang yang kesulitan
يسَّرَ : Memudahkan
عون : Pertolongan
ستَرَ : Menutupi
سلك : Menempuh
اجتمع : Berkumpul
السكينة : Ketenangan
سهّل : Memudahkan
يتدارسونـ(ـه): (Mereka) saling mempelajari-(nya)
غشيتـ(هم) : Liputi, curahkan
حفتـ(هم) : mengelilingi (mereka)(kepada mereka)
يسرع : Segera
بطأ : Lambat

Terjemah hadits :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya di Hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitann niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah mudahkan baginya jalan ke syurga. Suatu kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk disisi-Nya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu tidak akan dipercepat oleh nasabnya. (Muttafaq alaih).
Kandungan Hadist:
1.Siapa yang membantu seorang muslim dalam menyelesaikan kesulitannya, maka akan dia dapatkan pada hari kiamat sebagai tabungannya yang akan memudahkan kesulitannya di hari yang sangat sulit tersebut.
2.Sesungguhnya pembalasan disisi Allah ta’ala sesuai dengan jenis perbuatannya.
3.Berbuat baik kepada makhluk merupan cara untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala.
4.Meluruskan niat dalam rangka mencari ilmu dan ikhlas di dalamnya agar tidak menggugurkan pahala sehingga amal dan usahanya sia-sia.
5.Memohon pertolongan kepada Alla ta’ala dan kemudahan dari-Nya, karena ketaatan tidak akan terlaksana kecuali karena kemudahan dan kasih sayang-Nya.
6.Selalu membaca Al Quran, memahaminya dan mengamalkannya.
7.Keutamaan duduk di rumah Allah untuk mengkaji ilmu.

Amalan amalan di Bulan Rajab: Kitab Mukaasyafah Al-Quluub, Al-Imam Hujjatul Islam Abi Hamid bin Muhammad Al Ghozali

6/12/2011 01:14:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »
“Bersabda Rasulullah SAW : “ Sesungguhnya di surga ada sungai yang disebut dengan rajab (isinya) lebih putih dari pada susu, dan lebih manis dari pada madu. Barangsiapa yang berpuasa sunnah satu hari pada bulan Rajab akan diberi minum oleh Allah dari sungai tersebut.” (HR. Imam Baihaqi)
Adapun puasa sunnah pada bula Rajab banyak hadits-hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk melakukannya karena mempunyai nilai pahala ganda.
Diriwayatkan oleh Tsauban bahwa ia pada suatu ketika berjalan bersama Rasul saw melewati suatu kuburan di mana Rasulullah saw berhenti sejenak dan menagis ter-sedu2. ” Kenapa enkau menangis ya Rasulullah?” tanya Tsauban, lalu Rasulullah bersabda : “Aku berdoa untuk mereka yang sedang disiksa kuburnya maka diringankanlah siksanya oleh Allah. Coba mereka berpuasa satu hari dan tidak tidur satu malam dalam bulan Rajab, mereka tidak akan disiksa dalam kuburnya.
Dan bulan Rajab adalah bulan taubah, seorang ulama’ ahli hadits Al-Imam Muhammad bin Abdullah Al Jardani Rohimahullah menerangkan dalam kitab hadits Misbahud-dholam bahwa : “Diterangkan dalam kitab-kitab
Allah yang terdahulu, orang yang membaca :
Dibaca 70 x setiap ba’da isya’ atau waktu pagi dan sore bulan Rajab,
“Orang tersebut akan terhindar dari siksaan api neraka (dosa-dosanya diampuni oleh Allah)”
AMALAN-AMALAN DI BULAN RAJAB
Di surga ada danau yang bernama Rajab. Airnya putih melebihi putihnya air susu, manis melebihi manisnya madu dan dinginnya melebihi salju. Barang siapa puasa sehari di bulan Rajab kelak Allah akan memberikan minuman daridanau Rajab. (Al-Hadits)
Dari Abi Hurairah berkata ; Rasulullah Salallahu ‘Alaihi wassalama bersabda ; “ Barang siapa puasa pada tanggal 27 Rajab Allah mencatatnya sebagaimana orang puasa 60 bulan”.
Dan ada awal hari bulan Rajab malaikat jibril turun kepada Nabi dengan risalah untuk isra’ bersama Nabi. Nabi bersabda “Ingat bulan Rajab adalah bulannya Allah, barang siapa puasa sehari dibulan Rajab dengan iman dan keikhlasan, maka akan mendapatkan keridhoan-Nya.”(Al-Hadits)
Barang siapa membaca
Setiap ba’da isya’ malam bulan Rajab, maka tidak akan tersentuh kulitnya oleh api neraka (Al-Hadits)
Barang siapa membaca
Dibaca diantara dua khutbah hari Jum’at Akhir bulan Rojab, maka
dimudahkan rizqinya dan dicukupi segala kebutuhanya (Qaul Ulama’)

Sumber: Kitab Mukaasyafah Al-Quluub, Al-Imam Hujjatul Islam Abi Hamid bin Muhammad Al Ghozali
http://blog.its.ac.id/syafii/2010/06/14/amalan-amalan-di-bulan-rajab-kitab-mukaasyafah-al-quluub-al-imam-hujjatul-islam-abi-hamid-bin-muhammad-al-ghozali/

Amalan Di Bulan Rajab

6/12/2011 01:07:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »
Keterangan yang muktamad tentang bulan Rajab adalah bahwa bulan itu termasuk bulan-bulan yang dihormati, atau dalam Al-Qur’an disebut sebagai Asyhurul Hurum, yaitu, Muharram Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab.

Dalam bulan-bulan tersebut, Allah SWT melarang peperangan dan ini merupakan tradisi yang sudah ada jauh sebelum turunya syariat Islam. Allah Swt berfirman:

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS At-Taubah: 36)

Dari para ulama kalangan mazhab Asy-Syafi’i, Imam An-Nawawi berkomentar tentang puasa sunnah khusus di bulan Rajab, “Tidak ada keterangan yang tsabit tentang puasa sunnah Rajab, baik berbentuk larangan atau pun kesunnahan.

Namun pada dasarnya melakukan puasa hukumnya sunnah (di luar Ramadhan). Dan diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Sunan bahwa Rasulullah SAW menyunnahkan berpuasa di bulan-bulan haram, sedang bulan Rajab termasuk salah satunya.”

Adapun tentang keutamaan bulan Rajab, kebanyakan ulama mengatakan bahwa dasarnya sangat lemah, bahkan boleh dikatakan tidak ada keterangan yang kuat yang mendasarinya dari sabda Rasulullah SAW.

Sayangnya, entah bagaimana prosesnya, justru sebahagian kaum muslimin berpendapat bahwa bulan Rajab memiliki berbagai keutamaan, sehingga umat Islam dianjurkan untuk melakukan ibadah-ibadah tertentu agar mereka dapat meraih fadhilah atau keutamaan tersebut.

Di antara contoh-contoh amalan-amalan yang sering dipercaya umat Islam untuk dilakukan pada bulan Rajab adalah:

Mengadakan shalat khusus pada malam pertama bulan Rojab.
Mengadakan shalat khusus pada malam Jum’at minggu pertama bulan.
Shalat khusus pada malam Nisfu Rajab (pertengahan atau tanggal 15 Rajab).
Shalat khusus pada malam 27 Rajab (malam Isra’ dan Mi’raj).
Puasa khusus pada tanggal 1 Rajab.
Puasa khusus hari Kamis minggu pertama bulan Rajab.
Puasa khusus pada hari Nisfu Rajab.
Puasa khusus pada tanggal 27 Rajab.
Puasa pada awal, pertengahan dan akhir bulan Rajab.
Berpuasa khusus sekurang-kurang-nya sehari pada bulan Rajab.
Mengeluarkan zakat khusus pada bulan Rajab.
Umrah khusus di bulan Rajab.
Memperbanyakkan Istighfar khusus pada bulan Rajab.
Akan tetapi, semua pendapat tersebut tidak dapat dipegang, karena kalau kita jujur terhadap sumber-sumber asli agama ini, nyaris tidak satu pun amalan-amalan di atas yang berdasarkan kepada hadis-hadis yang shahih.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik Ra. dijelaskan bahwa Rasulullah SAW apabila memasuki bulan Rajab beliau senantiasa berdo’a:

“Allahumma Baarik Lanaa Fii Rajab Wa Sya’baan Wa Ballighnaa Romadhan” (Yaa Allah, Anugerahkanlah kepada kami barokah di bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan) (HR Ahmad dan Bazzar).

Sayangnya hadis ini menurut Ibnu Hajar tidak kuat. Sedangkan hadis-hadis yang lainnya yang berkaitan dengan keutamaan-keutamaan bulan Rajab, tak ada satu pun hadis yang dapat dijadikan hujjah. Misalnya hadits yang bunyinya:

“Rajab adalah bulan Allah, Sya`ban adalah bulanku (Rasulullah SAW ) dan Ramadhan adalah bulan ummatku”

Hadits ini oleh para muhaddits disebutkan sebagai hadits palsu dan munkar. Dr. Yusuf Al-Qaradawi menyebutkan bahwa para muhadditsin telah mengatakan kemungkaran dan kepalsuan hadits ini dalam fatwa kontemporer beliau.

Dalam kitab Iqthidha Shiratil Mustaqim, Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada satu keterangan pun dari Nabi SAW berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab, bahkan keumuman hadis yang berkaitan dengan hal tersebut merupakan hadis-hadis palsu.” (Iqthidha Shirathil Mustaqim, 2/624)

Ibnu Hajar Al-Asqalani secara khusus telah menulis masalah kedha’ifan dan kemaudhu’an hadits-hadits tentang amalan-amalan di bulan Rajab. Beliau menamakannya: Taudhihul Ajab bi maa Warada fi Fadhli Rajab.“ Di dalamnya beliau menulis, “Tidak ada satu keterangan pun yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab, tidak juga berkaitan dengan shaumnya, atau pun berkaitan dengan shalat malam yang dikhususkan pada bulan tersebut. Yang merupakan hadis shahih yang dapat dijadikan hujjah.”

Dengan demikian, sebenarnya tidak ada satu keterangan pun yang dapat dijadikan hujjah yang menunjukkan tentang keutamaan bulan Rajab. Baik itu berkaitan tentang keutamaan shaum di bulan tersebut, shalat pada malam-malam tertentu atau ibadah-ibadah yang lainnya yang khusus di lakukan pada bulan Rajab.

Wallahu a’lam bishshawab

2 ) AHLI ASBAB DAN AHLI TAJRID

6/06/2011 04:17:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »

KEINGINAN KAMU UNTUK BERTAJRID PADAHAL ALLAH MASIH MELETAKKAN KAMU DALAM SUASANA ASBAB ADALAH SYAHWAT YANG SAMAR, SEBALIKNYA KEINGINAN KAMU UNTUK BERASBAB PADAHAL ALLAH TELAH MELETAKKAN KAMU DALAM SUASANA TAJRID BERERTI TURUN DARI SEMANGAT DAN TINGKAT YANG TINGGI.
Hikmat 1 menerangkan tanda orang yang bersandar kepada amal. Bergantung kepada amal adalah sifat manusia biasa yang hidup dalam dunia ini. Dunia ini dinamakan alam asbab. Apabila perjalanan hidup keduniaan dipandang melalui mata ilmu atau mata akal akan dapat disaksikan kerapian susunan sistem sebab musabab yang mempengaruhi segala kejadian. Tiap sesuatu berlaku menurut sebab yang menyebabkan ia berlaku. Hubungan sebab dengan akibat sangat erat. Mata akal melihat dengan jelas keberkesanan sebab dalam menentukan akibat. Kerapian sistem sebab musabab ini membolehkan manusia mengambil manfaat daripada anasir dan kejadian alam. Manusia dapat menentukan anasir yang boleh memudaratkan kesihatan lalu menjauhkannya dan manusia juga boleh menentukan anasir yang boleh menjadi ubat lalu menggunakannya. Manusia boleh membuat ramalan cuaca, pasang surut air laut, angin, ombak, letupan gunung berapi dan lain-lain kerana sistem yang mengawal perjalanan anasir alam berada dalam suasana yang sangat rapi dan sempurna, membentuk hubungan sebab dan akibat yang padu.
Allah s.w.t mengadakan sistem sebab musabab yang rapi adalah untuk kemudahan manusia menyusun kehidupan mereka di dunia ini. Kekuatan akal dan pancaindera manusia mampu mentadbir kehidupan yang dikaitkan dengan perjalanan sebab musabab. Hasil daripada pemerhatian dan kajian akal itulah lahir berbagai-bagai jenis ilmu tentang alam dan kehidupan, seperti ilmu sains, astronomi, kedoktoran, teknologi maklumat dan sebagainya. Semua jenis ilmu itu dibentuk berdasarkan perjalanan hukum sebab-akibat.
Kerapian sistem sebab musabab menyebabkan manusia terikat kuat dengan hukum sebab-akibat. Manusia bergantung kepada amal (sebab) dalam mendapatkan hasil (akibat). Manusia yang melihat kepada keberkesanan sebab dalam menentukan akibat serta bersandar dengannya dinamakan ahli asbab.
Sistem sebab musabab atau perjalanan hukum sebab-akibat sering membuat manusia lupa kepada kekuasaan Allah s.w.t. Mereka melakukan sesuatu dengan penuh keyakinan bahawa akibat akan lahir daripada sebab, seolah-olah Allah s.w.t tidak ikut campur dalam urusan mereka. Allah s.w.t tidak suka hamba-Nya ‘mempertuhankan’ sesuatu kekuatan sehingga mereka lupa kepada kekuasaan-Nya. Allah s.w.t tidak suka jika hamba-Nya sampai kepada tahap mempersekutukan diri-Nya dan kekuasaan-Nya dengan anasir alam dan hukum sebab-akibat ciptaan-Nya. Dia yang meletakkan keberkesanan kepada anasir alam berkuasa membuat anasir alam itu lemah semula. Dia yang meletakkan kerapian pada hukum sebab-akibat berkuasa merombak hukum tersebut. Dia mengutuskan rasul-rasul dan nabi-nabi membawa mukjizat yang merombak hukum sebab-akibat bagi mengembalikan pandangan manusia kepada-Nya, agar waham sebab musabab tidak menghijab ketuhanan-Nya. Kelahiran Nabi Isa a.s, terbelahnya laut dipukul oleh tongkat Nabi Musa a.s, kehilangan kuasa membakar yang ada pada api tatkala Nabi Ibrahim a.s masuk ke dalamnya, keluarnya air yang jernih dari jari-jari Nabi Muhammad s.a.w dan banyak lagi yang didatangkan oleh Allah s.w.t, merombak keberkesanan hukum sebab-akibat bagi menyedarkan manusia tentang hakikat bahawa kekuasaan Allah s.w.t yang menerajui perjalanan alam maya dan hukum sebab-akibat. Alam dan hukum yang ada padanya seharusnya membuat manusia mengenal Tuhan, bukan menutup pandangan kepada Tuhan. Sebahagian daripada manusia diselamatkan Allah s.w.t daripada waham sebab musabab.
Sebagai manusia yang hidup dalam dunia mereka masih bergerak dalam arus sebab musabab tetapi mereka tidak meletakkan keberkesanan hukum kepada sebab. Mereka sentiasa melihat kekuasaan Allah s.w.t yang menetapkan atau mencabut keberkesanan pada sesuatu hukum sebab-akibat. Jika sesuatu sebab berjaya mengeluarkan akibat menurut yang biasa terjadi, mereka melihatnya sebagai kekuasaan Allah s.w.t yang menetapkan kekuatan kepada sebab tersebut dan Allah s.w.t juga yang mengeluarkan akibatnya. Allah s.w.t berfirman:

Segala yang ada di langit dan di bumi tetap mengucap tasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana. Dialah sahaja yang menguasai dan memiliki langit dan bumi; Ia menghidupkan dan mematikan; dan Ia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu. ( Ayat 1 & 2 : Surah al-Hadiid )

Maka Kami (Allah) berfirman: “Pukullah si mati dengan sebahagian anggota lembu yang kamu sembelih itu”. (Mereka pun memukulnya dan ia kembali hidup). Demikianlah Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan kepada kamu tanda-tanda kekuasaan-Nya, supaya kamu memahaminya. ( Ayat 73 : Surah al-Baqarah )
Orang yang melihat kepada kekuasaan Allah s.w.t menerajui hukum sebab-akibat tidak meletakkan keberkesanan kepada hukum tersebut. Pergantungannya kepada Allah s.w.t, tidak kepada amal yang menjadi sebab. Orang yang seperti ini dipanggil ahli tajrid.
Ahli tajrid, seperti juga ahli asbab, melakukan sesuatu menurut peraturan sebab-akibat. Ahli tajrid juga makan dan minum Ahli tajrid memanaskan badan dan memasak dengan menggunakan api juga. Ahli tajrid juga melakukan sesuatu pekerjaan yang berhubung dengan rezekinya. Tidak ada perbezaan di antara amal ahli tajrid dengan amal ahli asbab. Perbezaannya terletak di dalam diri iaitu hati. Ahli asbab melihat kepada kekuatan hukum alam. Ahli tajrid melihat kepada kekuasaan Allah s.w.t pada hukum alam itu. Walaupun ahli asbab mengakui kekuasaan Allah s.w.t tetapi penghayatan dan kekuatannya pada hati tidak sekuat ahli tajrid.
Dalam melakukan kebaikan ahli asbab perlu melakukan mujahadah. Mereka perlu memaksa diri mereka berbuat baik dan perlu menjaga kebaikan itu agar tidak menjadi rosak. Ahli asbab perlu memperingatkan dirinya supaya berbuat ikhlas dan perlu melindungi keikhlasannya agar tidak dirosakkan oleh riak (berbuat baik untuk diperlihatkan kepada orang lain agar dia dikatakan orang baik), takbur (sombong dan membesar diri, merasakan diri sendiri lebih baik, lebih tinggi, lebih kuat dan lebih cerdik daripada orang lain) dan sama’ah (membawa perhatian orang lain kepada kebaikan yang telah dibuatnya dengan cara bercerita mengenainya, agar orang memperakui bahawa dia adalah orang baik). Jadi, ahli asbab perlu memelihara kebaikan sebelum melakukannya dan juga selepas melakukannya. Suasana hati ahli tajrid berbeza daripada apa yang dialami oleh ahli asbab. Jika ahli asbab memperingatkan dirinya supaya ikhlas, ahli tajrid tidak melihat kepada ikhlas kerana mereka tidak bersandar kepada amal kebaikan yang mereka lakukan. Apa juga kebaikan yang keluar daripada mereka diserahkan kepada Allah s.w.t yang mengurniakan kebaikan tersebut. Ahli tajrid tidak perlu menentukan perbuatannya ikhlas atau tidak ikhlas. Melihat keihklasan pada perbuatan sama dengan melihat diri sendiri yang ikhlas. Apabila seseorang merasakan dirinya sudah ikhlas, padanya masih tersembunyi keegoan diri yang membawa kepada riak, ujub (merasakan diri sendiri sudah baik) dan sama’ah. Apabila tangan kanan berbuat ikhlas dalam keadaan tangan kiri tidak menyedari perbuatan itu baharulah tangan kanan itu benar-benar ikhlas. Orang yang ikhlas berbuat kebaikan dengan melupakan kebaikan itu. Ikhlas sama seperti harta benda. Jika seorang miskin diberi harta oleh jutawan, orang miskin itu malu mendabik dada kepada jutawan itu dengan mengatakan yang dia sudah kaya. Orang tajrid yang diberi ikhlas oleh Allah s.w.t mengembalikan kebaikan mereka kepada Allah s.w.t. Jika harta orang miskin itu hak si jutawan tadi, ikhlas orang tajrid adalah hak Allah s.w.t. Jadi, orang asbab bergembira kerana melakukan perbuatan dengan ikhlas, orang tajrid pula melihat Allah s.w.t yang mentadbir sekalian urusan. Ahli asbab dibawa kepada syukur, ahli tajrid berada dalam penyerahan.
Kebaikan yang dilakukan oleh ahli asbab merupakan teguran agar mereka ingat kepada Allah s.w.t yang memimpin mereka kepada kebaikan. Kebaikan yang dilakukan oleh ahli tajrid merupakan kurniaan Allah s.w.t kepada kumpulan manusia yang tidak memandang kepada diri mereka dan kepentingannya. Ahli asbab melihat kepada keberkesanan hukum sebab-akibat. Ahli tajrid pula melihat kepada keberkesanan kekuasaan dan ketentuan Allah s.w.t. Dari kalangan ahli tajrid, Allah s.w.t memilih sebahagiannya dan meletakkan kekuatan hukum pada mereka. Kumpulan ini bukan sekadar tidak melihat kepada keberkesanan hukum sebab-akibat, malah mereka berkekuatan menguasai hukum sebab-akibat itu. Mereka adalah nabi-nabi dan wali-wali pilihan. Nabi-nabi dianugerahkan mukjizat dan wali-wali dianugerahkan kekeramatan. Mukjizat dan kekeramatan merombak keberkesanan hukum sebab-akibat.
Di dalam kumpulan wali-wali pilihan yang dikurniakan kekuatan mengawal hukum sebab-akibat itu terdapatlah orang-orang seperti Syeikh Abdul Kadir al-Jailani, Abu Hasan as-Sazili, Rabiatul Adawiah, Ibrahim Adham dan lain-lain. Cerita tentang kekeramatan mereka sering diperdengarkan. Orang yang cenderung kepada tarekat tasauf gemar menjadikan kehidupan aulia Allah s.w.t tersebut sebagai contoh, dan yang mudah memikat perhatian adalah bahagian kekeramatan. Kekeramatan biasanya dikaitkan dengan perilaku kehidupan yang zuhud dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah s.w.t. Timbul anggapan bahawa jika mahu memperolehi kekeramatan seperti mereka mestilah hidup sebagaimana mereka. Orang yang berada pada peringkat permulaan bertarekat cenderung untuk memilih jalan bertajrid iaitu membuang segala ikhtiar dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah s.w.t. Sikap melulu bertajrid membuat seseorang meninggalkan pekerjaan, isteri, anak-anak, masyarakat dan dunia seluruhnya. Semua harta disedekahkan kerana dia melihat Saidina Abu Bakar as-Siddik telah berbuat demikian. Ibrahim bin Adham telah meninggalkan takhta kerajaan, isteri, anak, rakyat dan negerinya lalu tinggal di dalam gua. Biasanya orang yang bertindak demikian tidak dapat bertahan lama. Kesudahannya dia mungkin meninggalkan kumpulan tarekatnya dan kembali kepada kehidupan duniawi. Ada juga yang kembali kepada kehidupan yang lebih buruk daripada keadaannya sebelum bertarekat dahulu kerana dia mahu menebus kembali apa yang telah ditinggalkannya dahulu untuk bertarekat. Keadaan yang demikian berlaku akibat bertajrid secara melulu. Orang yang baharu masuk ke dalam bidang latihan kerohanian sudah mahu beramal seperti aulia Allah s.w.t yang sudah berpuluh-puluh tahun melatihkan diri. Tindakan mencampak semua yang dimilikinya secara tergesa-gesa membuatnya berhadapan dengan cabaran dan dugaan yang boleh menggoncangkan imannya dan mungkin juga membuatnya berputus-asa. Apa yang harus dilakukan bukanlah meniru kehidupan aulia Allah s.w.t yang telah mencapai makam yang tinggi secara melulu. Seseorang haruslah melihat kepada dirinya dan mengenalpasti kedudukannya, kemampuanya dan daya-tahannya. Ketika masih di dalam makam asbab seseorang haruslah bertindak sesuai dengan hukum sebab-akibat. Dia harus bekerja untuk mendapatkan rezekinya dan harus pula berusaha menjauhkan dirinya daripada bahaya atau kemusnahan.
Ahli asbab perlu berbuat demikian kerana dia masih lagi terikat dengan sifat-sifat kemanusiaan. Dia masih lagi melihat bahawa tindakan makhluk memberi kesan kepada dirinya. Oleh yang demikian adalah wajar sekiranya dia mengadakan juga tindakan yang menurut pandangannya akan mendatangkan kesejahteraan kepada dirinya dan orang lain. Tanda Allah s.w.t meletakkan seseorang pada kedudukan sebagai ahli asbab ialah apabila urusannya dan tindakannya yang menurut kesesuaian hukum sebab-akibat tidak menyebabkannya mengabaikan kewajipan terhadap tuntutan agama. Dia tetap berasa rengan untuk berbakti kepada Allah s.w.t, tidak gelojoh dengan nikmat duniawi dan tidak berasa iri hati terhadap orang lain. Apabila ahli asbab berjalan menurut hukum asbab maka jiwanya akan maju dan berkembang dengan baik tanpa menghadapi kegoncangan yang besar yang boleh menyebabkan dia berputus asa dari rahmat Allah s.w.t. Rohaninya akan menjadi kuat sedikit demi sedikit dan menolaknya ke dalam makam tajrid secara selamat. Akhirnya dia mampu untuk bertajrid sepenuhnya.
Ada pula orang yang dipaksa oleh takdir supaya bertajrid. Orang ini asalnya adalah ahli asbab yang berjalan menurut hukum sebab-akibat sebagaimana orang ramai. Kemungkinannya kehidupan seperti itu tidak menambahkan kematangan rohaninya. Perubahan jalan perlu baginya supaya dia boleh maju dalam bidang kerohanian. Oleh itu takdir bertindak memaksanya untuk terjun ke dalam lautan tajrid. Dia akan mengalami keadaan di mana hukum sebab-akibat tidak lagi membantunya untuk menyelesaikan masalahnya. Sekiranya dia seorang raja, takdir mencabut kerajaannya. Sekiranya dia seorang hartawan, takdir menghapuskan hartanya. Sekiranya dia seorang yang cantik, takdir menghilangkan kecantikannya itu. Takdir memisahkannya daripada apa yang dimiliki dan dikasihinya. Pada peringkat permulaan menerima kedatangan takdir yang demikian, sebagai ahli asbab, dia berikhtiar menurut hukum sebab-akibat untuk mempertahankan apa yang dimiliki dan dikasihinya. Jika dia tidak terdaya untuk menolong dirinya dia akan meminta pertolongan orang lain. Setelah puas dia berikhtiar termasuklah bantuan orang lain namun, tangan takdir tetap juga merombak sistem sebab-akibat yang terjadi ke atas dirinya. Apabila dia sendiri dengan dibantu oleh orang lain tidak mampu mengatasi arus takdir maka dia tidak ada pilihan kecuali berserah kepada takdir. Dalam keadaan begitu dia akan lari kepada Allah s.w.t dan merayu agar Allah s.w.t menolongnya. Pada peringkat ini seseorang itu akan kuat beribadat dan menumpukan sepenuh hatinya kepada Tuhan. Dia benar-benar berharap Tuhan akan menolongnya mengembalikan apa yang pernah dimilikinya dan dikasihinya. Tetapi, pertolongan tidak juga sampai kepadanya sehinggalah dia benar-benar terpisah dari apa yang dimiliki dan dikasihinya itu. Luputlah harapannya untuk memperolehinya kembali. Redalah dia dengan perpisahan itu. Dia tidak lagi merayu kepada Tuhan sebaliknya dia menyerahkan segala urusannya kepada Tuhan. Dia menyerah bulat-bulat kepada Allah s.w.t, tidak ada lagi ikhtiar, pilihan dan kehendak diri sendiri. Jadilah dia seorang hamba Allah s.w.t yang bertajrid. Apabila seseorang hamba benar-benar bertajrid maka Allah s.w.t sendiri akan menguruskan kehidupannya. Allah s.w.t menggambarkan suasana tajrid dengan firman-Nya:

Dan (ingatlah) berapa banyak binatang yang tidak membawa rezekinya bersama, Allah jualah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada kamu; dan Dialah jua Yang Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui. ( Ayat 60 : Surah al-‘Ankabut )
Makhluk Allah s.w.t seperti burung, ikan, kuman dan sebagainya tidak memiliki tempat simpanan makanan. Mereka adalah ahli tajrid yang dijamin rezeki mereka oleh Allah s.w.t. Jaminan Allah s.w.t itu meliputi juga bangsa manusia. Tanda Allah s.w.t meletakkan seseorang hamba-Nya di dalam makam tajrid ialah Allah s.w.t memudahkan baginya rezeki yang datang dari arah yang tidak diduganya. Jiwanya tetap tenteram sekalipun terjadi kekurangan pada rezeki atau ketika menerima bala ujian.
Sekiranya ahli tajrid sengaja memindahkan dirinya kepada makam asbab maka ini bermakna dia melepaskan jaminan Allah s.w.t lalu bersandar kepada makhluk . Ini menunjukkan akan kejahilannya tentang rahmat dan kekuasaan Allah s.w.t. Tindakan yang jahil itu boleh menyebabkan berkurangan atau hilang terus keberkatan yang Allah s.w.t kurniakan kepadanya. Misalnya, seorang ahli tajrid yang tidak mempunyai sebarang pekerjaan kecuali membimbing orang ramai kepada jalan Allah s.w.t, walaupun tidak mempunyai sebarang pekerjaan namun, rezeki datang kepadanya dari berbagai-bagai arah dan tidak pernah putus tanpa dia meminta-minta atau mengharap-harap. Pengajaran yang disampaikan kepada murid-muridnya sangat berkesan sekali. Keberkatannya amat ketara seperti makbul doa dan ucapannya biasanya menjadi kenyataan. Andainya dia meninggalkan suasana bertajrid lalu berasbab kerana tidak puas hati dengan rezeki yang diterimanya maka keberkatannya akan terjejas. Pengajarannya, doanya dan ucapannya tidak seberkesan dahulu lagi. Ilham yang datang kepadanya tersekat-sekat dan kefasihan lidahnya tidak selancar biasa.
Seseorang hamba haruslah menerima dan reda dengan kedudukan yang Allah s.w.t kurniakan kepadanya. Berserahlah kepada Allah s.w.t dengan yakin bahawa Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Allah s.w.t tahu apa yang patut bagi setiap makhluk-Nya. Allah s.w.t sangat bijak mengatur urusan hamba-hamba-Nya.
Keinginan kepada pertukaran makam merupakan tipu daya yang sangat halus. Di dalamnya tersembunyi rangsangan nafsu yang sukar disedari. Nafsu di sini merangkumi kehendak, cita-cita dan angan-angan. Orang yang baharu terbuka pintu hatinya setelah lama hidup di dalam kelalaian, akan mudah tergerak untuk meninggalkan suasana asbab dan masuk ke dalam suasana tajrid. Orang yang telah lama berada dalam suasana tajrid, apabila kesedaran dirinya kembali sepenuhnya, ikut kembali kepadanya adalah keinginan, cita-cita dan angan-angan. Nafsu mencuba untuk bangkit semula menguasai dirinya. Orang asbab perlulah menyedari bahawa keinginannya untuk berpindah kepada makam tajrid itu mungkin secara halus digerakkan oleh ego diri yang tertanam jauh dalam jiwanya. Orang tajrid pula perlu sedar keinginannya untuk kembali kepada asbab itu mungkin didorong oleh nafsu rendah yang masih belum berpisah dari hatinya. Ulama tasauf mengatakan seseorang mungkin dapat mencapai semua makam nafsu, tetapi nafsu peringkat pertama tidak kunjung padam. Oleh yang demikian perjuangan atau mujahadah mengawasi nafsu sentiasa berjalan.

HADITS ARBA'IN (35)

6/06/2011 04:11:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »
الحـديث الخامس والثلاثون
HADITS KETIGAPULUH LIMA

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً. الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
[رواه مسلم]
Kosa kata :
تحاسدوا : (kalian) saling dengki تناجشوا : (kalian) saling menipu
تباغضوا: (kalian) saling membenci تدابروا :(kalian) saling memu-tuskan hubungan
يبع (يبيع) : Menjual يخذلـ(ـه) : Merendahkan-(nya)
يحقر(ه) : Menghina-(nya) صدر(ه) : Dada (nya)
بحسب : Cukup

Terjemah hadits:
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Dan janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya dan kehormatannya “ (Riwayat Muslim).

Kandungan Hadist:
1.Larangan untuk saling dengki.
2.Larangan untuk berbuat keji dan menipu dalam urusan jual beli.
3.Diharamkan untuk memutuskan hubungan terhadap muslim. Sebaliknya harus dijaga persaudaraan dan hak-haknya karena Allah ta’ala.
4.Islam bukan hanya aqidah dan ibadah saja, tetapi juga di dalamnya terdapat urusan akhlak dan muamalah.
5.Hati merupakan sumber rasa takut kepada Allah ta’ala.
6.Taqwa merupakan barometer keutamaan dan timbangan seseorang.
7.Islam memerangi semua akhlak tercela karena hal tersebut berpengaruh negatif dalam masyarakat Islam.