Keutamaan Zuhud Di Dunia Dan Anjuran Untuk Mempersedikit Keduniaan Dan Keutamaan Kefakiran
1/11/2011 12:43:00 PM Posted In Amar Ma'ruf Edit This 0 Comments »Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan buatlah untuk mereka perumpamaan kehidupan dunia, sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit dan karenanya lalu tumbuhlah tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian setelah subur lalu menjadi kering yang dapat diterbangkan oleh angin dan Allah itu adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta benda dan anak-anak itu adalah perhiasan kehidupan dunia dan amalan-amalan yang baik yang kekal pahalanya adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih bagus pula harapannya." (al-Kahf: 45-46)
Juga Allah Ta'afa berfirman: "Ketahuilah olehmu semua, bahwasanya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda-gurau, perhiasan dan bermegah-megah antara sesamamu, berlomba banyak kekayaan dan anak-anak. Perumpamaannya adalah seperti hujan yang mengherankan orang-orang kafir -yang menjadi petani- melihat tumbuh tanamannya, kemudian menjadi kering lalu engkau lihat menjadi kuning warnanya, kemudian menjadi hancur binasa. Dan di akhirat siksa yang amat sangat untuk mereka itu -yang berbuat kesalahan, juga pengampunan dari Allah serta keridhaan -bagi orang-orang yang berbuat kebaikan- dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan hanyalah kesenangan tipuan belaka." (al-Hadid: 20)
Allah Ta'ala berfirman lagi: "Diperhiaskanlah untuk para manusia itu -yakni diberi perasaan bernafsu- untuk mencintai kesyahwatan-kesyahwatan dari para wanita, anak-anak, kekayaan yang berlimpah-limpah dari emas dan perak, kuda yang bagus, binatang ternak dan sawah ladang. Demikian itulah kesenangan kehidupan dunia dan di sisi Allah ada tempat kembali yang sebaik-baiknya." (ali-Imran: 14)
Allah Ta'ala berfirman pula: "Hai sekalian manusia, sesungguhnya janji Allah itu adalah benar. Maka dari itu, janganlah engkau semua tertipu oleh kehidupan dunia ini dan janganlah sekali-kali kepercayaanmu kepada Allah itu tertipu oleh sesuatu yang amat pandai menipu." (Fathir: 5)
Juga Allah Ta'ala berfirman: "Engkau semua dilalaikan oleh perlombaan mencari kekayaan, sehingga engkau semua mengunjungi kubur -yakni sampai mati. Jangan begitu, nanti engkau semua akan mengetahui, kemudian sekali lagi jangan begitu, nanti engkau semua akan mengetahui -mana yang sebenarnya salah dan mana yang tidak. Jangan begitu, andaikata engkau semua dapat mengetahui dengan ilmu yakin, tentu engkau semua tidak berbuat seperti di atas itu." (at-Takatsur: 1-5)
Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan tidaklah kehidupan di dunia ini melainkan senda-gurau dan permainan belaka dan sesungguhnya perumahan akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya, jikalau mereka mengetahui." (al-Ankabut: 64)
Ayat-ayat dalam bab ini amat banyak sekali dan sudah masyhur.
Keterangan:
Ada sementara orang yang berpendapat bahwa yang dinamakan zuhud itu ialah dengan menyiksa diri sendiri, makan dan minum harus dikurangi sesangat-sangatnya, demikian pula tidur dan istirahatnya, pakaian cukup yang jelek-jelek, rambut biarkan kusut-masai tanpa disisir, mandi pun harus jarang-jarang, berjalan harus selalu menundukkan muka, tidak perlu bekerja keras-keras dan cukuplah dengan menerima belas kasihan orang lain, bertasbih sepanjang hari dan malam dan lain-lain kelakuan yang bukan-bukan. Jelaslah bahwa bukan yang sedemikian ini yang dikehendaki oleh Rasulullah s.a.w. dalam pengertian zuhud sebagaimana yang tercantum dalam ayat di atas. Memang zuhud itu apabila kita lakukan, pasti kita akan dicintai oleh Allah dan seluruh manusia. Nabi s.a.w. bersabda: "Berlaku zuhudlah di dunia, pasti dicintai Allah dan berlaku zuhudlah terhadap milik orang lain, pasti dicintai oleh sesama manusia." Maka dari itu yang sekarang perlu kita sadari sebaik-baiknya ialah, apakah yang dinamakan zuhud itu? Zuhud ialah meninggalkan ketamakan dalam urusan keduniawiyahan sehingga lupa ketaatan kepada Allah, lengah untuk mencari bekal hidup di akhirat nanti. Inilah artinya zuhud di dunia, ringkas saja bukan? Kalau ini dilakukan, pasti Allah mencintai kita. Selain zuhud sebagaimana pengertiannya di atas itu, hendaknya pula kita jangan ingin memiliki sesuatu yang bukan kepunyaan kita, sehingga timbul hasrat ingin merebut yang bukan hak kita itu. Boleh saja kita ingin mempunyai yang seperti milik orang lain, tetapi carilah yang lain dan jangan yang sudah menjadi milik orang lain itu dirampas. Inilah yang diartikan zuhud dengan apa yang ada pada para manusia. Kalau ini kita lakukan sudah pasti tidak seorangpun yang membenci kita. Kita tentu disukai sebab kita pandai bergaul dan menghormati milik orang. Demikianlah dua pengertian zuhud dalam Agama Islam. Maka apabila diartikan lebih dari ini, maka teranglah bahwa itu bukan berasal dari ajaran Allah Ta'ala dan RasulNya, tetapi buat-buatan manusia biasa atau mungkin penjiplakan dari agama lain atau dari ilmu yang tidak diridhai oleh Allah semacam klenik dan sebagainya. Lihatlah sejarah Rasulullah s.a.w. Beliau adalah sezuhud-zuhudnya manusia di dunia ini, tetapi beliau s.a.w. pula yang bersabda: "Badanmu itu wajib kamu penuhi haknya." Jadi makan minumnya, pakaiannya, kesenangannya dan lain-lain sebagainya. Beliau s.a.w. juga tidur dan beristirahat, kawin, bersenda-gurau, berkumpul dengan keluarganya dan lain-lain lagi. Singkatnya asalkan kita sudah berzuhud sebagaimana dua pengertian dalam ayat di atas dan menjalankan perintah Allah serta menjauhi larangan-laranganNya, Insya Allah selamatlah hidup kita di dunia sampai di akhirat. Adapun Hadis-hadisnya, maka lebih banyak lagi untuk dapat diringkaskan, oleh sebab itu kami peringatkan sebagian saja dengan meninggalkan yang lainnya.
455. Dari 'Amr bin 'Auf al-Anshari r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengirimkan Abu 'Ubaidah al-Jarrah r.a. ke daerah Bahrain -sebuah daerah yang masuk wilayah Irak- dan kedatangannya ke situ ialah untuk mengambil pajak. Kemudian setelah selesai tugasnya, datanglah ia dengan membawa harta dari Bahrain itu. Kaum Anshar sama mendengar akan kedatangan Abu Ubaidah, mereka lalu menunaikan shalat fajar -yakni subuh- bersama Rasulullah s.a.w. Setelah Rasulullah s.a.w. selesai bershalat, beliaupun lalu kembali, kemudian mereka menuju kepadanya untuk menemuinya. Rasulullah s.a.w. lalu tersenyum ketika melihat mereka itu terus bersabda: "Saya kira engkau semua sudah mendengar bahwasanya Abu Ubaidah tiba dari Bahrain dengan membawa sesuatu harta." Mereka menjawab: "Benar, ya Rasulullah." Beliau selanjutnya bersabda: "Bergembiralah engkau semua dan bolehlah mengharapkan sesuatu yang akan menyenangkan engkau semua. Demi Allah, bukannya kekafiran itu yang saya takutkan mengenai engkau semua, tetapi saya takut jikalau harta dunia ini diluaskan untukmu semua -yakni engkau semua menjadi kaya raya-, sebagaimana telah diluaskan untuk orang-orang yang sebelummu, kemudian engkau semua itu saling berlomba-lomba untuk mencarinya sebagaimana mereka juga berlomba-lomba untuk mengejarnya, lalu harta dunia itu akan merusakkan agamamu semua sebagaimana ia telah merusakkan agama mereka. (Muttafaq 'alaih)
456. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. duduk di atas mimbar dan kita duduk di sekitarnya, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya salah satu yang saya takutkan atasmu semua sepeninggalku nanti ialah apa yang akan dibukakan untukmu semua itu dari keindahan harta dunia serta hiasan-hiasannya -yakni bahwa meluapnya kekayaan pada umat Muhammad inilah yang amat ditakutkan, sebab dapat merusakkan agama jikalau tidak waspada mengendalikannya." (Muttafaq'alaih)
457. Dari Abu Said r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya dunia adalah manis dan hijau -yakni menyenangkan sekali- dan sesungguhnya Allah menjadikan engkau semua sebagai pengganti di bumi itu -untuk mengolah dan memakmurkan. Maka Allah akan melihat bagaimana yang engkau semua lakukan -untuk dibalas menurut masing-masing amalannya. Oleh sebab itu, bertaqwalah dalam mengemudikan harta dunia dan bertaqwalah dalam urusan kaum wanita." (Riwayat Muslim)
458. Dari Anas r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Ya Allah. Tidak ada kehidupan yang kekal melainkan kehidupan di akhirat." (Muttafaq 'alaih)
459. Dari Anas r.a. pula dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Ada tiga macam mengikuti mayat itu- ketika di bawa ke kubur, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua kembali dan satu tetap tinggal menyertainya. Keluarga dan hartanya kembali sedang amalnya tetap mengikutinya." (Muttafaq 'alaih)
460. Dari Anas r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Akan didatangkanlah orang yang terenak kehidupannya di dunia dan ia termasuk golongan ahli neraka pada hari kiamat nanti, lalu diceburkan dalam neraka sekali ceburan -sesaat saja-, lalu dikatakan: "Hai anak Adam -yakni manusia, adakah engkau dapat merasakan sesuatu kebaikan -keenakan dimasa sebelumnya- sekalipun sedikit? Adakah suatu kenikmatan yang pernah menghampirimu sekalipun sedikit?" Ia berkata: "Tidak, demi Allah, ya Tuhanku"- yakni setelah merasakan pedihnya siksa neraka walau sesaat, maka kenikmatan-kenikmatan dan keenakan-keenakan di dunia itu seolah-olah lenyap sama sekali. Juga akan didatangkanlah orang yang paling menderita kesengsaraan di dunia dan ia termasuk ahli syurga, lalu ia dimasukkan sekali masuk dalam syurga -sesaat saja-, lalu dikatakan padanya: "Hai anak Adam, adakah engkau dapat merasakan sesuatu kesengsaraan, sekalipun sedikit? Adakah suatu kesukaran yang pernah menghampirimu sekalipun sedikit?" Ia menjawab: "Tidak, demi Allah, tidak pernah ada kesukaranpun yang menghampiri diriku dan tidak pernah saya melihat suatu kesengsaraan pun sama sekali," -yakni setelah merasakan kenikmatan syurga, maka kesengsaraan dan kesukaran yang pernah diderita di dunia itu seolah-olah lenyap sekaligus. (Riwayat Muslim)
461. Dari al-Mustaurid bin Syaddad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah -berarti- dunia ini kalau dibandingkan dengan akhirat, melainkan seperti sesuatu yang seorang diantara engkau semua menjadikan jarinya masuk dalam air lautan, maka cobalah lihat dengan apa ia kembali -yakni seberapa banyak air yang melekat di jarinya itu, jadi dunia itu sangat kecil nilainya dan hanya seperti air yang melekat di jari tadi banyaknya-." (Riwayat Muslim)
462. Dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui pasar, sedang orang-orang ada di sebelahnya kiri kanan. Kemudian melalui seekor anak kambing kecil telinganya dan telah mati. Beliau s.a.w. menyentuhnya lalu mengambil telinganya, terus bertanya: "Siapakah diantara engkau semua yang suka membeli ini dengan uang sedirham?" Orang-orang menjawab: "Kita semua tidak suka menukarnya dengan sesuatu apapun dan akan kita gunakan untuk apa itu?" Beliau bertanya lagi: "Sukakah engkau semua kalau ini diberikan -gratis- saja padamu." Orang-orang menjawab: "Demi Allah, andaikata kambing itu hidup, tentunya juga cacat karena ia kecil telinganya. Jadi apa harganya lagi setelah kambing itu mati?" Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya dunia ini lebih hina di sisi Allah daripada kambing ini bagimu semua." (Riwayat Muslim) Kanafaihi artinya ada di sebelahnya kanan kiri dan asakku artinya kecil telinganya.
463. Dari Abu Zar r.a., katanya: "Saya berjalan bersama Nabi s.a.w. di suatu tempat yang berbatu hitam di Madinah, lalu berhadap-hadapanlah gunung Uhud dengan kita, kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Hai Abu Zar." Saya berkata: "Labbaik, ya Rasulullah." Beliau bersabda lagi: "Tidak menyenangkan padaku andaikata saya mempunyai emas sebanyak gunung Uhud ini, sampai berlalu tiga hari lamanya, diantaranya ada sedinar saja yang saya simpan untuk memenuhi hutang, kecuali saya akan mengucapkan dengan memberikan harta itu untuk para hamba Allah demikian demikian demikian." Beliau menunjuk ke sebelah kanan, kiri dan belakangnya -maksudnya bahwa kalau beliau s.a.w. mempunyai harta sebanyak Uhud dan berupa emas, apalagi lainnya, tentu akan disedekahkan kepada hamba-hamba Allah semuanya, kecuali sedinar saja yang akan disimpan jikalau ada hutang yang belum ditunaikannya dan harta sebanyak itu akan dihabiskan membelanjakannya dalam tiga hari saja-. Kemudian beliau s.a.w. berjalan, lalu bersabda lagi: "Sesungguhnya orang-orang yang kaya raya dengan harta dunia itulah yang tersedikit pahala akhiratnya pada hari kiamat nanti, melainkan orang yang berkata demikian, demikian dan demikian -yakni membelanjakan hartanya itu untuk kebaikan." Beliau s.a.w. menunjuk ke kanan, kiri dan belakangnya. Sabdanya lagi: "Tetapi sedikit sekali orang yang suka melakukan demikian tadi." Seterusnya beliau bersabda padaku: "Tetaplah engkau di tempatmu ini. Jangan berpindah -yakni meninggalkan tempat itu, sampai saya datang padamu nanti." Beliau s.a.w. berangkat dalam malam yang kelam itu sampai tertutup dari pandangan. Kemudian saya mendengar suara yang keras sekali, lalu saya merasa takut barangkali ada seorang yang hendak berbuat jahat pada Nabi s.a.w. Saya ingin hendak mendatanginya, tetapi saya ingat akan sabdanya: "Janganlah engkau meninggalkan tempat ini sampai saya datang padamu." Oleh karena itu saya tidak meninggalkan tempat itu sehingga beliau s.a.w. datang padaku. Kemudian saya berkata: "Saya telah mendengar suatu suara yang saya merasa ketakutan padanya," lalu saya ingatkan bunyi suara itu pada beliau. Selanjutnya beliau bersabda: "Adakah engkau mendengarnya?" Saya menjawab: "Ya." Beliau lalu bersabda: "Itu tadi adalah suara Jibril yang datang padaku, lalu ia -Malaikat Jibril- berkata: "Barangsiapa yang meninggal dunia dari umatmu, yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia akan masuk syurga." Saya bertanya: "Sekalipun ia berzina dan sekalipun ia mencuri?" Beliau menjawab: "Sekalipun ia berzina dan sekalipun ia mencuri." (Muttafaq 'alaih) hadits ini adalah lafaznya Imam Bukhari.
464. Dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Andaikata saya memiliki emas sebanyak gunung Uhud, niscaya saya tidak senang kalau berjalan sampai lebih dari tiga hari, sedangkan disisiku masih ada emas itu sekalipun sedikit, kecuali kalau yang sedikit tadi saya sediakan untuk memenuhi hutang -yang menjadi tanggunganku. (Muttafaq 'alaih)
465. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Lihatlah kepada orang yang tarafnya ada di bawahmu semua dan janganlah melihat orang yang tarafnya ada di atasmu semua -dalam hal keduniaan. Sebab yang sedemikian itu lebih nyata bahwa engkau semua tidak akan menghinakan kenikmatan yang dilimpahkan atasmu semua itu." (Muttafaq 'alaih) Ini adalah lafaznya Imam Muslim. Adapun dalam riwayat Bukhari ialah: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau seorang dari engkau semua melihat pada orang yang dilebihkan daripada dirinya sendiri -oleh Allah- dalam hal keduniaan dan keindahan rupa, maka hendaklah memperhatikan saja kepada orang yang keadaannya lebih bawah daripadanya."
466. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Binasalah - yakni celakalah- orang yang menjadi hambanya dinar -emas- dan dirham -perak-, beludru sutera serta pakaian. Jikalau ia diberi itu relalah hatinya dan jikalau tidak diberi, maka tidaklah rela -maksudnya ialah amat sangat tamaknya-. (Riwayat Bukhari)
467. Dari Abu Hurairah r.a. pula katanya: "Saya benar-benar telah melihat tujuh puluh orang dari ahlus shuffah -orang-orang Islam yang fakir-miskin-,[48] tidak seorangpun dari mereka yang mengenakan selendang, ada kalanya bersarung dan ada kalanya berbaju. Mereka mengikatkan pada lehernya masing-masing. Di antaranya ada pakaiannya itu hanya sampai pada setengah dari kedua betisnya dan diantaranya ada pula yang sampai di kedua mata kakinya, lalu dikumpulkannyalah dengan tangannya karena tidak suka terlihat auratnya." (Riwayat Bukhari)
468. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dunia ini adalah penjara bagi orang mu'min -kalau dibandingkan dengan kenikmatan yang disediakan di syurga- dan syurga bagi orang kafir -kalau dibandingkan dengan pedihnya siksa di neraka-." (Riwayat Muslim)
469. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma katanya: "Rasulullah s.a.w. menepuk kedua belikatku, lalu bersabda: "Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah engkau orang gharib -yakni perantau atau orang yang sedang berada di negeri orang dan tentu akan kembali ke negeri asalnya- atau sebagai orang yang menyeberangi jalan -yakni amat sebentar sekali di dunia ini-." Ibnu Umar berkata: "Jikalau engkau di waktu sore, maka janganlah menantikan waktu pagi dan jikalau engkau di waktu pagi, maka janganlah menantikan waktu sore -untuk beramal baik itu, ambillah kesempatan sewaktu engkau sehat untuk masa sakitmu, sewaktu engkau masih hidup untuk masa matimu." (Riwayat Bukhari) Para alim ulama mengatakan dalam syarahnya hadits ini: "Artinya ialah: Janganlah engkau terlampau cinta pada dunia, jangan pula dunia itu dianggap sebagai tanahair, juga janganlah engkau mengucapkan dalam hatimu sendiri bahwa engkau akan lama kekalmu di dunia itu. Selain itu janganlah pula amat besar perhatianmu padanya, jangan tergantung padanya, sebagaimana orang yang bukan di negerinya tidak akan menggantungkan diri pada negeri orang yakni yang bukan tanah airnya sendiri. Juga janganlah bekerja di dunia itu, sebagaimana orang yang bukan di negerinya tidak akan berbuat sesuatu di negeri orang tadi -yakni yang diperbuat hendaklah yang baik-baik saja supaya meninggalkan nama harum di negeri orang, karena pasti ingin kembali ke tempat keluarganya semula. Wa billahit taufiq.
Keterangan:
Seorang asing atau seorang perantau itu, sekalipun berapa saja lamanya di negeri orang, ia tetap tidak bertanah air di tempat yang didiami itu. Kalau orang itu bijaksana, tentu kegiatan bekerjanya ditujukan untuk mencari bekal yang akan dibawa ke tanah airnya kembali, sehingga hidupnya di negeri asalnya itu tidak mengalami kekecewaan dan tidak mengalami kekurangan sesuatu apapun, sebab telah dipersiapkan seluruhnya. Nabi Muhammad s.a.w. menasihati kita manusia yang masih hidup di dunia sekarang ini, hendaknya beranggapan sebagai orang asing atau perantau yang bijaksana tadi. Dengan demikian tidak hanya sekadar untuk makan minum saja yang giat kita usahakan, tetapi bekal untuk kembali ke kampung akhirat itulah yang wajib lebih diutamakan. Bekal untuk bepergian yang jauh ke tanah air akhirat itu tidak ada -jalan- lain kecuali -supaya- memperbanyak amalan yang shalih, menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya. Adapun maksud ucapan Ibnu Umar anhuma itu ialah supaya segera-segeralah kita melakukan amal-amal yang baik, jangan ditunda-tunda waktunya. Kalau waktu pagi, jangan menunggu sampai sore hari dan kalau waktu sore jangan menunggu sampai pagi hari, sebab kematian itu datangnya dapat sekonyong-konyong. Demikian pula di saat badan sehat, jangan memperlambat-lambatkan untuk beramal shalih, sebab sakit itu dapat mendatangi kita sewaktu-waktu. Juga selagi masih hidup ini segeralah giat-giat berbuat kebajikan, sebab mati itupun dapat juga mendadak, tanpa memberikan tanda-tanda apapun.
Kini yang perlu kita perhatikan ialah:
a. Dunia fana ini jangan sampai dianggap sebagai tempat kediaman yang abadi, agar kita tidak lengah untuk mencari bekal guna kebahagiaan kita di akhirat.
b. Ini tidak berarti bahwa untuk kebahagiaan kita di dunia harus diabaikan, tetapi antara dua kepentingan itu wajib kita laksanakan bersamaan. Masing-masing sama dikejar menurut waktunya sendiri-sendiri. Jadi di waktu datang kewajiban ibadah jangan sekali-kali digunakan mengejar duit atau sebaliknya.
c. Mencintai harta benda duniawiyah jangan melampaui batas, hingga menjadi kikir untuk melakukan kesosialan. Ingatlah bahwa semua yang kita cintai itu pada suatu ketika pasti akan kita tinggalkan, sedangkan harta benda itu nantinya menjadi milik orang lain dan tidak mustahil akan dibuat bentrokan di kalangan anak dan cucu. Perbanyaklah amal shalih sedapat mungkin dengan harta yang kita miliki itu.
470. Dari Abu Abbas, yaitu Sahal bin Sa'ad as-Sa'idi r.a., katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w., lalu berkata: "Ya Rasulullah, tunjukkanlah padaku sesuatu amalan yang apabila amalan itu saya lakukan, maka saya akan dicintai oleh Allah dan juga dicintai oleh seluruh manusia." Beliau s.a.w. bersabda: "Berzuhudlah di dunia, tentu engkau dicintai oleh Allah dan berzuhudlah dari apa yang dimiliki oleh para manusia, tentu engkau akan dicintai oleh para manusia." hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lain-lainnya dengan isnad-isnad yang baik.
471. Dari an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Umar bin Alkhaththab r.a. menyebut-nyebutkan apa yang telah didapatkan oleh orang banyak dari hal dunia, lalu katanya: "Sungguh saya melihat Rasulullah s.a.w. mengkerut pada hari ini, beliau tidak mendapatkan kurma yang bermutu rendahpun untuk mengisi perutnya." (Riwayat Muslim) Addaqal dengan fathahnya dal muhmalah dan qaf, artinya ialah kurma yang bermutu rendah.
472. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. wafat, sedang di rumahku tidak ada sesuatu apapun yang dapat dimakan oleh seorang yang berhati -maksudnya oleh manusia yang hidup, melainkan sedikit gandum yang ada di rakku. Kemudian saya makan daripadanya sampai lama halku sedemikian itu, kemudian saya takarlah itu lalu habislah." (Muttafaq 'alaih) Ucapannya: Syathru sya'irin itu artinya sedikit sekali dari gandum itu, demikianlah yang ditafsirkan oleh Imam Tirmidzi.
473. Dari 'Amr bin al-Harits, yaitu saudaranya Juwairiyah binti al-Harits Ummul mu'minin radhiallahu'anhuma -jadi istrinya Nabi s.a.w., katanya: "Rasulullah s.a.w. tidak meninggalkan dirham, tidak pula dinar, hamba sahaya lelaki ataupun perempuan, atau apapun juga ketika wafatnya, melainkan hanyalah keledai putihnya yang dahulu dinaikinya, juga senjatanya, serta sebidang tanah yang dijadikan sebagai sedekah kepada ibnussabil -orang yang dalam perjalanan." (Riwayat Bukhari)
474. Dari Khabab bin al-Aratti r.a., katanya: "Kita semua berhijrah bersama Rasulullah s.a.w. untuk mencari keridhaan Allah Ta'ala, maka jatuhlah pahala kita itu atas Allah Ta'ala. Lalu diantara kita ada yang mati dan tidak pernah memperoleh sesuatupun dari pahalanya itu -tetaplah, yakni tidak pernah sampai memperoleh harta rampasan-. Di antara mereka itu ialah Mus'ab bin Umair r.a. yang dibunuh pada hari perang Uhud dan meninggalkan selembar baju lurik -seperti singa. Apabila bajunya itu kita tutupkan pada kepalanya, maka tampaklah kedua kakinya, dan apabila kita tutupkan pada kedua kakinya, maka tampak kepalanya. Kemudian Rasulullah s.a.w. menyuruh kita, supaya kita tutupkan saja pada kepalanya, sedang di kedua kakinya kita letakkan saja sedikit tumbuh-tumbuhan idzkhir -semacam tumbuh-tumbuhan harum baunya. Di antara kita lagi ada yang sudah masak buahnya, maka dapatlah ia memetik hasilnya itu -maksudnya dapat menjadi baik nasibnya karena kaum Muslimin mendapatkan kejayaan di mana-mana (Muttafaq 'alaih) Annamirah ialah pakaian yang berwarna, terbuat dari bulu, Aina'at artinya sudah matang dan masak. Yahdibuha dengan fathahnya ya' dan dhammahnya dal atau boleh juga dal itu dikasrahkan -jadi ada dua lughat untuk ini, artinya memetik dan menuainya. Ini adalah kata pinjaman bahwa Allah mengaruniakan kaum Muslimin itu dapat memperoleh kelapangan dari hal keduniaan dan menetaplah kenikmatan mereka itu di dunia.
475. Dari Sahal bin Sa'ad as-Sa'idi r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata dunia ini di sisi Allah dianggap menyamai -nilainya- dengan selembar sayap nyamuk, sesungguhnya Allah tidak akan memberi minum seteguk airpun kepada orang kafir daripadanya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis shahih.
Maksudnya: Andaikata dunia ini bagi Allah dianggap masih ada nilainya sekalipun amat rendah, tentu orang kafir tidak akan diberi kenikmatan yang sekecil-kecilnya pun di dunia ini. Tetapi oleh sebab dianggap oleh Allah tidak berharga sama sekali, maka banyak saja orang kafir yang berlebih-lebihan rezekinya.
476. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ingatlah, sesungguhnya dunia itu dilaknat, dilaknat pula segala sesuatu yang ada di dalamnya, melainkan berdzikir kepada Allah dan apa-apa yang menyamainya, juga orang yang alim serta orang yang menuntut ilmu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
Keterangan:
Mal-'uunah, artinya dilaknati, yakni dibenci dan rendah nilainya di sisi Allah. Jadi seluruh dunia dan seisinya ini menurut hadits di atas adalah terlaknat, selain berdzikir dan yang menjurus ke arah mengingat kepada Allah, misalnya ketaatan yang dapat menyampaikan diri kepada keridhaanNya. Tetapi kita jangan sekali-kali salah faham, yaitu dengan adanya keterangan dilaknat itu lalu kita mencaci-maki hal-hal keduniawiyahan dan membencinya secara mutlak. Tetapi hendaknya kita ingat pula bahwa yang dimaksudkan itu adalah yang menyebabkan menjauhkan diri dari ketaatan kepada Allah Ta'ala ataupun yang melalaikan kita, sehingga lupa kepada hal-hal keakhiratan. Ayat-ayat dan Hadis-hadis yang menjelaskan persoalan untuk giat mencari kebahagiaan di dunia itu banyak sekali. Demikian pula hadits yang di bawahnya, agar kita jangan terpengaruh dengan banyaknya tanah yang kita miliki. Inipun sejiwa dengan yang di atas, yakni memiliki banyak boleh saja, asalkan jangan sampai mencintainya melebihi dari soal-soal keakhiratan, sampai-sampai lupa kepada ajaran agama karena terpesona dengan banyaknya harta benda.
477. Dari Abdullah bin Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua terlampau cinta dalam mencari sesuatu untuk kehidupan, sebab dengan terlampau mencintainya itu, maka engkau semua akan mencintai pula keduniaan." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
478. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. berjalan melalui kita dan kita saat itu sedang mengerjakan perbaikan rumah, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Apa ini?" Kita menjawab: "Rumah ini telah lemah -rusak, maka itu kita memperbaikinya." Beliau s.a.w. bersabda: "Saya tidak mengerti akan perkara ajal, melainkan akan lebih cepat datangnya dari selesainya perbaikan -rumah- ini." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan isnadnya Imam-imam Bukhari dan Muslim dan Imam Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
479. Dari Ka'ab bin 'lyadh r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya setiap umat itu ada fitnahnya dan fitnah umatku ialah harta." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
480. Dari Abu 'Amr, ada yang mengatakan Abu Abdillah, ada pula yang mengatakan Abu Laila yaitu Usman bin Affan r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak ada hak apapun bagi anak Adam -yakni manusia- selain dari perkara-perkara ini, yaitu rumah yang menjadi tempat kediamannya, pakaian yang digunakan untuk menutupi auratnya dan roti tawar -tanpa lauk- beserta air." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih. Imam Tirmidzi berkata: "Saya mendengar Abu Dawud yaitu Sulaiman bin Aslam al-Balkhi berkata: "Saya mendengar an-Nadhr bin Syumail, katanya: Aljilfu itu ialah roti tanpa lauk." Lainnya lagi berkata: "Yaitu roti yang kasar," sedang Alharawi berkata: "Yang dimaksudkan di sini ialah wadah roti seperti juwatik dan khurj." Wallahu a'lam.
481. Dari Abdullah bin as-Sikhkhir -dengan kasrahnya sin dan kha' yang disyaddahkan serta mu'jamah keduanya- r.a., bahwasanya ia berkata: "Saya datang kepada Nabi s.a.w. dan beliau sedang membaca ayat -yang artinya: "Engkau semua dilalaikan oleh perlombaan memperbanyak kekayaan." Lalu beliau bersabda: "Anak Adam itu berkata: "Hartaku, hartaku! Padahal harta yang benar-benar menjadi milikmu itu, hai anak Adam, ialah apa-apa yang engkau makan lalu engkau habiskan, apa-apa yang engkau pakai, lalu engkau rusakkan atau apa-apa yang engkau sedekahkan lalu engkau lampaukan -dengan tetap adanya pahala." (Riwayat Muslim)
482. Dari Abdullah bin Mughaffal r.a., katanya: "Ada seorang lelaki berkata kepada Nabi s.a.w.: "Ya Rasulullah, demi Allah, sesungguhnya saya ini niscaya cinta kepada Tuan." Beliau lalu bersabda: "Lihatlah baik-baik apa yang engkau ucapkan itu." Orang itu berkata lagi: "Demi Allah, sesungguhnya saya ini sesungguhnya cinta kepada Tuan." Dia berkata demikian sampai tiga kali. Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau mencintai saya, maka sediakanlah sebuah baju tijfaf untuk menempuh kefakiran, sebab sesungguhnya kefakiran itu lebih cepat mengenai orang yang mencintai saya daripada cepatnya air banjir sampai di tempat penghabisannya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Attijfaf dengan kasrahnya ta' mutsannat dan sukunnya jim dan dengan fa' yang dirangkapkan yaitu sesuatu yang dikenakan pada kuda untuk menjaga dirinya dari bahaya senjata dan lain-lain, dan kadang-kadang pakaian sedemikian itu juga dikenakan oleh manusia.
Keterangan:
Mungkin kita akan merasakan suatu keanehan pada sabda Rasulullah s.a.w. kepada orang yang menyatakan cintanya kepada beliau, lalu beliau bersabda supaya orang itu bersiap-siap mengenakan baju kefakiran. Mengapa demikian dan apakah ada di balik sabda beliau itu yang sebenarnya? Kita wajib ingat bahwa orang yang menyatakan dirinya kepada Nabi s.a.w., baik orang di zaman sahabat dahulu ataupun di zaman kita ini, berarti ia merasa ikut bertanggungjawab menyebarluaskan agama yang benar yakni Islam yang dibawa olehnya, bersedia berkorban, sanggup menderita dalam menghadapi siapapun yang hendak menghalang-halangi perkembangan agama itu. Untuk berkorban itu, bukan hanya berupa omongan yang keluar dari bibir yang tak bertulang, tetapi wajib disertai dengan perbuatan, dengan menginfakkan dan membelanjakan harta, menyumbangkan tenaga dan fikiran dan bilamana diperlukan berjihadpun suka mengikutinya. Jadi bukan sebaliknya, misalnya mengakukan dirinya mencintai Nabi s.a.w., namun perbuatannya jauh bertentangan dengan ajaran yang dibawa oleh Islam. Karena itu, jikalau benar-benar mencintai Nabi, pengabdian dan pengorbanan wajib ada. Orang yang bersikap demikian itulah yang dimaksudkan oleh beliau s.a.w. supaya menyiapkan diri untuk mengenakan baju tijfaf liifaqri sebagaimana yang tercantum dalam hadits di atas. Wallahu a'lam.
483. Dari Ka'ab bin Malik r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidaklah dua ekor serigala yang lapar yang dikirimkan ke tempat kambing itu lebih berbahaya padanya daripada tamaknya seorang itu pada harta dan kemegahan dalam membahayakan agamanya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.
484. Dari Abdullah bin Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. tidur di atas selembar tikar, lalu bangun sedang di lambungnya tampak bekas tikar itu. Kami berkata: "Ya Rasulullah, alangkah baiknya kalau kita ambilkan saja sebuah kasur untuk Tuan." Beliau bersabda: "Apakah untukku ini dan apa pula untuk dunia -maksudnya bagaimana saya akan senang pada dunia ini-. Saya di dunia ini tidaklah lain kecuali seperti seorang yang mengendarai kendaraan yang bernaung di bawah pohon, kemudian tentu akan pergi dan meninggalkan pohon itu." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
485. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang-orang fakir itu akan masuk syurga sebelum orang-orang kaya dengan selisih waktu lima ratus tahun." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
486. Dari Ibnu Abbas dan Imran bin Hushain radhiallahu 'anhum dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Saya telah menjenguk dalam syurga, maka saya melihat bahwa sebagian banyak penghuninya adatah kaum fakir dan saya juga telah menjenguk dalam neraka, maka saya melihat bahwa sebagian banyak penghuninya adalah para wanita." Muttafaq 'alaih dari riwayat Ibnu Abbas. Imam Bukhari meriwayatkan pula dari riwayatnya Imran bin Hushain.
487. Dari Usamah bin Zaid, radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Saya berdiri di pintu syurga, maka sebagian besar orang yang memasukinya itu ialah orang-orang miskin, sedang orang-orang yang kaya -berharta- semua ditahan dulu, hanya saja orang-orang yang menjadi ahli neraka telah diperintah untuk dimasukkan dalam neraka seluruhnya." (Muttafaq 'alaih) Aljaddu ialah bagian harta dan kekayaan, Hadis ini telah lalu keterangannya dalam bab: Keutamaan kaum lemah.
488. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Setepat-tepatnya kalimat yang diucapkan oleh seorang syair ialah ucapan Labid -yang artinya: "Ingatlah, semua benda yang selain Allah adalah batil -atau rusak dan tidak kekal." (Muttafaq 'alaih)
Lanjutan dari sya'ir di atas ialah: "Dan setiap kenikmatan itu pasti akan hilang yakni tidak kekal." Jadi yang disabdakan oleh Nabi s.a.w. hanyalah separuh bait yang pertama, sedang yang lanjutannya tidak. Sebabnya ialah karena ada sesuatu kenikmatan yang tetap kekal, yaitu kenikmatan yang akan diperoleh ahli syurga, apabila mereka telah berada di dalamnya. Kenikmatan di situ kekal abadi dan tidak akan lenyap sampai kapanpun juga.
________________________________________
Catatan Kaki:
[48] Di zaman Nabi s.a.w. mereka itu sama berkumpul dan berdiam di serambi belakang masjid Madinah.
Sumber:
o Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
o Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar