Adab Bagi Pendidik dan Penuntut Ilmu
10/21/2009 02:31:00 AM Posted In Nasehat dan Tips Edit This 0 Comments »Adab utama yang harus dimiliki oleh
seorang ahli ilmu dan penuntut ilmu adalah: ikhlas mencari ridho Allah semata
dan bermaksud untuk menghidupkan dien ini dengan mencontoh Rasulullah shalallohu
`alaihi wa salam dalam segala tingkah lakunya. Begitu pula dalam proses
belajar mengajar harus berniat mencari ridha Allah semata agar Allah
menghilangkan kebodohan dan kegelapan dari dirinya dengan ilmu yang bermanfaat
(maraji’ hal28).
Seorang pendidik haruslah sabar ketika mengajar dan
berusaha sekuat tenaga untuk memberikan pemahaman kepada setiap siswa sesuai
dengan kemampuan otaknya. Janganlah memberikan tugas yang tidak mampu
dipikulnya, seperti menyibukkan untuk terlalu banyak membaca. Berilah motivasi
kepadanya untuk mengikuti pelajaran secara rutin dan sering-seringlah memberi
pertanyaan dan mengujinya. Selain itu juga hendaklah melatihnya untuk mengkaji
masalah-masalah tertentu agar dapat menangkap dan menguasai permasalahan, serta
dibantu dengan menjelaskan hikmahnya, tempat-tempat pengambilannya, dari ushul
syariat yang mana masalah tersebut diambil. Pengenalan akan ushul dan
kaidah-kaidah, berikut contoh-contoh permasalahannya dengan berbagai macam
ragamnya merupakan salah satu teknik pengajaran yang paling
bermanfaat.
Penuntut ilmu akan bertambah semangat dan bertambah kuat
pemahamannya setiap kali ia merasakan nikmat dalam memahami apa yang ia pelajari
dan ketika mendapatkan kemudahan dalam mencari rujukan. Begitu pula bagi seorang
pendidik hendaknya membuka pemahaman siswa dengan seringnya diadakan pembahasan
dan soal jawab. Menampakkan kegembiraan apabila ditanya atau ketika siswa
mengutarakan hal-hal yang membingungkan atau apabila siswanya membantah apa yang
disampaikan. Semua itu dalam rangka mengambil manfaat dan mencari kebenaran,
bukan untuk membela ucapan yang ia katakan atau untuk mempertahankan pendapat
yang ia pegangi.
Apabila ada orang yang dibawah dia dalam segi ilmu
memberitahukan pendapat dia yang salah, hendaklah dia berterimakasih kepadanya
dan membahasnya secara bersama-sama dengan maksud mencapai kebenaran yang
sesungguhnya, bukan untuk mempertahankan jalan yang dia tempuh selama
ini.
Rujuknya seorang guru kepada pemahaman siswanya -yang lebih
mendekati kebenaran- lebih menunjukan kepada keutamaannya, ketinggian
kedudukannya dan kebaikan akhlaknya serta kemurnian niatnya yaitu ikhlas mencari
ridha Allah Ta`ala.
Apabila dia belum sampai kepada kedudukan seperti
ini, maka biasakanlah dirinya untuk berbuat demikian dan melatihnya, karena
dengan kebiasaan akan menghasilkan kemampuan dan dengan latihan akan
meningkatkan derajatnya kepada kesempurnaan.
Seorang penuntut ilmu
haruslah mempunyai adab yang baik terhadap gurunya, bersyukur kepada Allah yang
telah memudahkan baginya mendapatkan seorang yang mendidiknya dengan ilmu
padahal sebelumnya ia berada dalam kebodohan. Bersyukurlah kepada Allah yang
telah berjasa menghidupkannya dari kematian dan membangunkannya. Hendaklah ia
mempergunakan kesempatan emas ini dengan mengambil ilmu darinya setiap
waktu.
Seringlah berdoa kepada Allah memohon kebaikan bagi gurunya baik
saat berjumpa dengannya ataupun pada saat dia tidak ada karena Nabi shallallhu
`alaihi wa sallam bersabda:
”Siapa yang telah berbuat baik kepada
kalian, maka balaslah kebaikannya. Apabila kalian tidak mendapatkan sesuatu
untuk membalas budi kepadanya, maka doakanlah (memohon kebaikan) untuknya
sehingga kalian berpendapat telah membalas budinya” (HR.Ahmad 2/68,Abu Daud
1672,Nasa`i 5/82,Bukhari dalam buku Al-Adab Al-Mufrad 216, Ibnu Hibban 3408, Al
Hakim 1/412 dan 2/13, At-Thayalisi 1895 dan selain mereka dari hadist Abdullah
bin Umar bin Khattab radhiallohu `anhuma). Derajat hadist itu shahih (Syaikh Ali
Hasan)
Kebaikan apakah yang lebih agung kalau bukan kebaikan berupa ilmu
dan setiap kebaikan tidaklah langgeng kecuali kebaikan berupa ilmu, nasehat, dan
bimbingan. Setiap perkara yang bermanfaat bagi manusia -yang sampai kepada
seorang siswa atau yang lainnya- maka hal itu termasuk kebaikan dan amal jariyah
bagi si pemiliknya.
Seorang kawan telah memberitakan kepadaku, bahwa dia
pernah berfatwa mengenai satu masalah dalam hal ilmu faraidh (ilmu waris) dan
syaikh (guru)nya yang telah mengajarkan hal tersebut telah meninggal dunia. Lalu
dia bermimpi melihat syaikhnya sedang membaca di kuburnya dan berkata :”Masalah
yang engkau fatwakan itu, pahalanya telah sampai pula kepadaku”. Hal ini
sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi shallallhu `alaihi wa sallam
:
”Barangsiapa mempelopori jalan yang baik, maka bagi dia pahalanya dan
pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat” (HR.Muslim
1017)
Seorang penuntut ilmu haruslah haruslah bersikap lemah lembut
terhadap gurunya, sopan ketika bertanya dan janganlah bertanya kepada gurunya
pada saat dia sedang gusar, atau dalam keadaan penat atau marah. Ini agar dia
tidak mempunyai pemikiran yang menyalahi kebenaran pada saat kacau pikirannya,
atau paling tidak nantinya akan memberikan jawaban yang kurang
lengkap.
Apabila seoarang penuntut ilmu mendapatkan gurunya berbuat
kesalahan, maka janganlah menyebutkan kesalahan tersebut secara terus terang.
Tetapi betulkanlah kesalahan dia dengan cara bertanya dan bersikap sebagai
seorang siswa terhadap gurunya. Hendaklah hal itu dilakukan beulang-ulang sampai
terang bagi sang guru mana yang benar, karena kebanykan manusia apabila kau
tegur langsung kesalahannya, kecil sekali kemungkinan untuk rujuk, berat bagi
dia untuk mengakui kesalahan, kecuali orang yang telah menguasai dirinya dan
menghiasinya dengan akhlak yang terpuji. Orang seperti ini tidak akan
tersinggung apabila pendapat dia dikritik atau ditegur secara langsung. Akan
tetapi tipe orang seperti ini jarang sekali. Hanya dengan taufik Allah lah,
kemudian dengan melatih jiwa untuk menekan gengsi, barulah orang tersebut akan
mempunyai jiwa besar dengan mengakui kesalahannya dan rujuk kepada kebenaran
(Hal 30-34)
Seorang guru haruslah memperhatikan kecerdasan dan kemampuan
siswanya dalam menerima pelajaran. Janganlah ia membiarkan siswanya dalam
menerima pelajaran. Janganlah ia membiarkan siswanya menyibukkan diri dengan
buku yang tidak sesuai untuknya. Jika ia membiarkan saja, berarti dia tidak
memberikan nasehat kepada siswanya. Sesungguhnya ilmu yang sedikit disertai
dengan adanya pemahaman dan pengertian lebih baik daripada ilmu yang banyak
tetapi beresiko tinggi untuk dipahami dan besar kemungkinannya untuk
lupa.
Begitu pula ketika ia menyampaikan pelajarannya hendaklah
disertai dengan penjelasan yang disesuaikan dengan pemahaman dan daya tangkap
siswanya. Janganlah mencampuradukkan masalah antara yang satu dengan yang
lainnya. Janganlah pindah dari masalah satu ke masalah lainnya sebelum materi
itu dikuasainya dengan baik. Karena antara satu materi dengan materi lainnya itu
saling berkesinambungan, sehingga akan memudahkan baginya untuk memahami materi
berikutnya. Kalau tidak demikian, berarti akan menyia-nyiakan yang pertama dan
tidak dapat memahami yang berikutnya. Kemudian semakin menumpuk masalah-masalah
yang tidak dikuasai, sehingga ia akan bosan dan sempit dadanya untuk
mengulang-ulang masalah tersebut. Oleh sebab itu janganlah perkara ini
diremehkan.
Seorang guru hendaklah selalu memberikan nasehat kepada siswa
semaksimal mungkin dan harus bersabar atas kelambanan siswa dalam hal pemahaman.
Demikian pula bersabar atas kelakuan siswanya yang tidak baik atau kurang ajar
dengan dengan penuh perhatian dan pemantauan untuk memperbaiki dan meluruskan
adabnya (hal 42-43)
Hendaklah seorang penuntut ilmu duduk dengan sopan
dihadapan gurunya, menampakkan kebutuhannya yang sangat kepada ilmunya dan
mendoakan kebaikan untuknya pada saat bertemu dengannya, ataupun disaat tidak
bertemu.
Apabila seoarang guru sedang memberikan faidah atau sedang
menjelaskan hal-hal yang membuat bingung siswanya, maka janganlah ia menampakkan
bahwa ia telah mengetahuinya sebelumnya, meskipun sebenarnya ia telah
mengetahuinya. Akan tetapi hendaklah ia mendengarkan keterangan gurunya tersebut
dengan serius. Hal ini apabila dia telah mengetahui sebelumnya, maka bagaimana
dengan keterangan gurunya yang belum ia ketahui? Adab seperti ini baik sekali
untuk dipraktekkan terhadap setiap orang baik dalam masalah ilmu ataupun
percakapan lainnya, baik dalam masalah dien maupun dalam masalah
keduniaan.
Apabila sang guru berbuat kesalahan dalam suatu hal, maka
hendaklah penuntut ilmu menegurnya dengan penuh lemah lembut sambil
memperhatikan situasi dan kondisi. Janganlah mengatakan kepadanya: ”Engkau telah
berbuat salah! Sesungguhnya yang benar bukan seperti yang engkau katakan!”
Tetapi hendaklah menegurnya dengan kata-kata yang sopan, menjadikan seorang guru
sadar akan kesalahannya tanpa ada rasa gusar di hatinya. Cara seperti ini
merupakan keharusan dalam bersikap terhadap seorang guru dan lebih mengena untuk
sampai kepada kebenaran. Kritikan yang disertai dengan adab yang buruk akan
membuat hati orang yang dikritik menjadi gusar, sehingga akan menghalanginya
untuk dapat menangkap pemahaman yang benar dan menghalanginya untuk mengetahui
maksud baik orang yang menegurnya.
Sebagaimana hal tadi merupakan
keharusan sikap penuntut ilmu terhadap gurunya, maka haruslah bagi seorang guru
apabila berbuat kesalahan agar rujuk kepada kebenaran.Meskipun sebelumnya ia
telah menyampaikan satu pendapat kemudian terbukti bahwa pendapat tersebut
salah, maka ia tidak segan-segan untuk rujuk kepada kebenaran karena sikap
ksatria tadi merupakan tanda keadilan dan kerendahan hatinya terhadap kebenaran,
baik yang datang dari anak kecil maupun orang dewasa.
Termasuk
nikmat yang Allah berikan kepada seorang guru, ia mendapatkan dari para siswanya
yang mau menegur kesalahannya, membimbing kepada kebenaran, sehingga kebodohan
yang telah menyelimutinya selama ini menjadi lenyap. Maka seharusnya ia
bersyukur kepada Allah Ta`ala kemudian berterimakasih kepada orang yang
menasehatinya, baik ia seorang siswa atau selainnya, karena melalui sebaborang
tadi ia mendapatkan hidayah Allah subhanahu wa ta`ala (hal
48-49).
Diantara hal yang paling agung yang harus dimiliki oleh ahli ilmu
(dan penuntut ilmu, pent) adalah mempraktekkan apa yang ia sampaikan berupa
akhlak yang terpuji dan membuang segala akhlak yang hina. Mereka adalah
orang-orang yang paling utama untuk menjalankan segala kewajiban baik lahir
maupun yang batin dan meninggalkan segala hal-hal yang haram, dikarenakan mereka
memiliki keistimewaan berupa ilmu pengetahuan yang tidak dimiliki oleh selain
mereka. Juga dikarenakan mereka adalah teladan manusia. Manusia pada dasarnya
selalu mencontoh ulama mereka dalam kebanyakan urusan baik diakui atau tidak.
Juga dikarenakan protes dan kecaman atas mereka apabila perbuatan mereka
bertentangan dengan apa yang mereka katakan jauh lebih besar daripada kecaman
yang dilontarkan kepada selain mereka atas perbuatan yang
sama.
Para salafus shalih dahulu untuk memperoleh ilmu juga denagan
mempraktekan ilmu tersebut. Apabila ilmu itu diamalkan akan menempel langsung
dan bertambah serta banyak barakahnya. Sebaliknya apabila ilmu tersebut tidak
diamalkan maka akan hilang dan tidak membawa barakah. Ruh ilmu dan kehidupannya
serta tonggaknya hanya dengan mengamalkannya dengan akhlak yang terpuji, dengan
mengajarkannya dan memberi nasehat. Tidak ada daya serta upaya kecuali dengan
pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.
Rujukan:Al-Mu`in `ala
Tahshil Adabil `Ilmi wa Akhlaqil Muta`allimin, karya Syaikh Ali Hasan Abdul
Hamid yang dikumpulkan dari buku Al-Fatawa As-Sa`diyah, penerbit Dar
As-Shumai`i,Riyadh,Saudi Arabia,cet I th.1413H/1993)
0 komentar:
Posting Komentar