Bekerja & Keutamaannya

12/03/2009 02:43:00 PM Posted In , Edit This 0 Comments »


BEKERJA DAN KEUTAMAANNYA

Pada dasarnya, Islam mendorong kaum Muslim untuk bekerja sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah swt .

Allah swt berfirman:
"Dan bertebaranlah kalian di muka bumi, carilah karunia Allah serta ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.."[al-Jumu'ah:10]

Ali Al-Shabuniy, dalam Shafwat al-Tafaasiir, menyatakan, "Maksudnya, bertebaranlah kalian di muka bumi dan galilah apa yang ada di muka bumi, untuk diperdagangkan dan memenuhi kebutuhan kebutuhan kalian. Kemudian, carilah karunia Allah swt dan nikmat-nikmatNya. Sesungguhnya rejeki itu berada di tangan Allah swt, dan Dialah Maha Pemberi Nikmat dan Karunia."

Rasulullah saw, di dalam banyak riwayat telah menerangkan keutamaan dan dorongan untuk bekerja. Ini menunjukkan, bahwa Islam adalah agama yang memerintahkan umatnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif. Di dalam sebuah riwayat diterangkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
"Sungguh sekiranya salah seorang di antara kamu sekalian mencari kayu bakar dan dipikulnya ikatan kayu itu, maka yang demikian itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada seseorang baik orang itu memberi ataupun tidak memberinya."[HR. Bukhari dan Muslim]

Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari al-Miqdam bin Ma'dariba ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Tidak ada seseorang makan makanan yang lebih baik daripada makan hasil usahanya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Allah Daud as makan dari hasil usahanya sendiri."[HR. Bukhari]

Hadits-hadits ini menunjukkan, bahwa bekerja merupakan aktivitas yang penuh dengan keutamaan dan kemulyaan. Sedangkan nafkah yang diperoleh dari hasil usaha sendiri merupakan nafkah terbaik yang dipenuhi dengan keberkahan.

Riwayat-riwayat ini juga menunjukkan, bahwa Rasulullah saw telah mendorong umatnya untuk bekerja dan berusaha dengan serius.

Keutamaan Bekerja

Bekerja merupakan salah satu ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Disamping untuk memperoleh nafkah yang halal dan baik, bekerja juga merupakan perwujudan hubungan ta'awuniyyah (tolong menolong) diantara sesama Muslim. Sebab, ketika seseorang bekerja, tentunya ia akan bersinggungan dengan kepentingan orang lain. Tatkala seorang penjahit menjahit baju untuk pelanggannya, ia telah membantu orang lain yang sedang membutuhkan baju, atau pakaian. Demikian juga tukang jahit; ia membutuhkan orang yang hendak menjahitkan kain kepadanya, agar ia memperoleh nafkah yang halal dan baik. Begitu seterusnya. Rasulullah saw telah menjelaskan beberapa keutamaan bekerja. Diantara keutamaan-keutamaan itu adalah sebagai berikut:

1. Bekerja Untuk Menjaga Kehormatan dan Kemulyaan Diri

Bekerja adalah refleksi kehormatan dan kemulyaan seseorang. Jika seseorang memiliki profesi halal dan baik; misalnya tukang becak, tukang ojek, guru, petani, dan buruh pabrik, dan lain sebagainya, tentunya ia akan terpandang di sisi Allah dan masyarakat. Sebaliknya, alangkah hinanya di sisi Allah swt, jika seseorang memiliki profesi haram, misalnya pelacur, dukun, eksekutor di bank ribawi, serta pekerjaan-pekerjaan haram lainnya. Harta yang didapatkannya tidak berkah, dan kelak ia akan mendapatkan siksa di hari akhir.

Di dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
"Sesungguhnya, dunia itu diperuntukkan bagi empat orang;
pertama, seorang hamba yang diberi harta dan ilmu oleh Allah swt; dan dengannya ia bertaqwa kepada Allah swt dan menghubungkan silaturrahim, dan ia mengetahui bahwa ada hak Allah di dalam hartanya. Ini adalah seutama-utama kedudukan.
Kedua, seorang hamba yang diberi ilmu oleh Allah, namun tidak diberi harta; kemudian ia berniat seraya berkata, :Seandainya aku punya harta, sungguh aku akan beramal sebagaimana si fulan (yang kaya). Dengan niatnya itu, maka pahala keduanya adalah sama.
Ketiga, seorang hamba yang tidak diberi ilmu, namun hanya diberi harta oleh Allah. Lalu, ia membelajakan hartanya tanpa dengan pengetahuan, dan tidak dijadikan sebagai wasilah untuk bertaqwa kepada Allah swt dan menyambung silaturrahim, dan ia juga tidak tahu bahwa di dalamnya ada hak Allah swt, maka ini adalah serendah-rendahnya kedudukan.
Keempat, seorang hamba yang tidak diberi harta dan ilmu oleh Allah swt, dan ia berkata, "Seandainya saya memiliki harta, maka saya akan beramal sebagaimana si fulan (yang ketiga) tersebut, maka dosa keduanya adalah sama."[HR. Turmudziy]

Rasulullah saw juga mencela seseorang yang memiliki profesi haram. Nabi saw mencela seseorang yang profesinya berhubungan dengan riba. Dari Ibnu Mas'ud ra diriwayatkan, bahwasanya ia berkata: "Rasulullah saw mengutuk orang yang makan riba dan orang yang memberi makan dengannya."[HR. Muslim]. Dalam riwayat al-Turmudziy ditambahkan, "orang yang menjadi saksi dan orang yang menulis riba." [HR. Turmudziy]

Rasulullah saw juga mencela dukun. Dari Shafiyyah binti Abu 'Ubaid, dituturkan, dari salah seorang isteri Nabi saw, bahwasanya Nabi saw bersabda:
"Barangsiapa yang datang kepada tukang ramal, kemudian menanyakan sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama 40 hari."[HR. Muslim]
Dari Abu Mas'ud al-Badriy ra, dikisahkan, bahwasanya Rasulullah saw melarang dari hasil penjualan anjing, hasil pelacuran, dan hasil perdukunan.[HR. Bukhari dan Muslim]. Selain itu, masih banyak riwayat-riwayat lain yang melarang seorang Muslim berusaha atau bekerja pada profesi-profesi haram. Larangan ini bisa dimengerti, karena, profesi haram akan menjatuhkan siapa saja ke dalam lembah kehinaan dan kesengsaraan.

Sayangnya, di zaman yang serba kapitalistik-materialistik ini, kemulyaan dan keluhuran tidak lagi ditimbang berdasarkan halal dan haram, akan tetapi diukur berdasarkan perolehan materi. Akibatnya, orang yang memiliki profesi hina, seperti dukun, renternir, koruptor, atau penjudi, malah disanjung dan dimulyakan. Sedangkan tukang kais sampah yang bekerja keras sepanjang hari malah diremehkan dan dihinakan. Padahal, di sisi Allah dan orang-orang beriman, orang yang memiliki profesi halal lebih mulia dibandingkan orang yang memiliki profesi haram.

Dalam riwayat lain dikisahkan, bahwa orang-orang yang tidak memiliki profesi (pengangguran) telah jatuh martabatnya di hadapan Rasulullah saw. Ibnu 'Abbas menuturkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
"Apabila Rasulullah saw melihat seseorang, kemudian merasa takjub, maka beliau bertanya, 'Apakah ia bekerja? Jika orang-orang menjawab, "Tidak"; maka laki-laki akan jatuh hina di mata beliau saw. Para shahabat kemudian bertanya, "Bagaimana seperti itu, Ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Jika seorang mukmin tidak memiliki kerja (profesi), maka ia akan hidup dengan mengandalkan hutangnya."[Kitaab al-Jaami', juz 1/34]
Hadits ini adalah sindiran tajam bagi orang-orang yang malas bekerja, atau enggan melakukan kegiatan-kegiatan produktif. Tentunya, orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan akan menggantungkan hidupnya pada orang lain, atau hutangnya. Meskipun, seorang Muslim boleh berhutang kepada orang lain, akan tetapi jika ia mengandalkan hidup dari hutangnya, martabatnya akan direndahkan orang lain.

2. Bekerja Untuk Menutupi Dosa
Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa bekerja keras akan menutupi dosa-dosa yang tidak bisa ditutupi oleh sholat dan puasa. Rasulullah saw bersabda: "Diantara dosa-dosa, ada dosa yang tidak bisa ditutupi dengan puasa dan sholat." Para shahabat bertanya, "Lantas, apa yang bisa menutupi dosa itu Ya Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab, "Keseriusan dalam mencari rejeki." [Muqaddimah Dustur, hal. 278]
Hadits ini mendorong kaum Muslim untuk bekerja dengan sungguh-sungguh, memenuhi ketentuan-ketentuan syariat dan sebab akibatnya (kausalitas). Sebab, keseriusan dalam bekerja merupakan wasilah untuk menutupi dosa yang tidak bisa ditutupi oleh ibadah-ibadah yang lain. Ini menunjukkan, bahwa bekerja dengan serius memiliki keutamaan di sisi Allah swt.

3. Bertemu Allah Dengan Wajah Berseri-seri
Di dalam riwayat lain disebutkan, bahwa orang yang memiliki profesi halal dan baik, akan bertemu dengan Allah swt dengan wajah berseri-seri bagaikan bulan purnama. Rasulullah saw juga bersabda:
"Barangsiapa mencari kehidupan dunia yang halal dan baik, maka ia akan menjumpai Allah swt dengan muka berseriseri bagaikan rembulan purnama."[Muqaddimah Dustur, hal. 278]
Demikianlah, Islam telah memotivasi pengikutnya untuk bekerja, berkarya, dan berusaha dengan serius, dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan syariat Allah swt dan kaedah sebab akibat.

4. Memudahkan Terkabulnya Doa
Pada dasarnya, nafkah terbaik adalah nafkah yang didapatkan dari hasil usahanya sendiri. Nafkah yang halal dan baik, baik berupa makanan, pakaian, ataupun tempat tinggal, merupakan sarana agar doa diterima Allah swt. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
Selanjutnya, beliau bercerita tentang seorang laki-laki yang berada di dalam perjalanan yang sangat panjang, hingga pakaiannya lusuh dan berdebu. Laki-laki itu lantas menengadahkan dua tangannya ke atas langit dan berdoa, "Ya Tuhanku, Ya Tuhanku..", sementara itu makanan yang dimakannya adalah haram, minuman yang diminumnya adalah haram, dan pakaian yang dikenakannya adalah haram; dan ia diberi makanan dengan makanan-makanan yang haram. Lantas, bagaimana mungkin doanya dikabulkan?.". [HR. Muslim]
Hadits ini menjelaskan kepada kita, bahwa doa akan dikabulkan Allah swt, jika makanan, pakaian, dan rumahnya ia dapatkan dari jalan yang halal dan baik. Sebaliknya, jika makanan, pakaian, dan tempat tinggal diperoleh dari jalan yang haram, maka doanya akan terhijab (terhalang). Bekerja merupakan salah satu cara untuk mendapatkan harta yang halal dan baik. Walhasil, bekerja bisa digunakan sebagai sarana untuk memustajabkan doa kita. Sebab, bekerja merupakan salah satu cara untuk memperoleh nafkah yang halal dan baik.

Inilah beberapa keutamaan bekerja dan berusaha. Masih banyak keutamaan-keutamaan lain dari bekerja. Sesungguhnya siapa saja yang bekerja dengan serius, berorientasi akherat, dan selalu memperhatikan prinsip halal haram, pasti ia akan dimudahkan dan dicukupkan oleh Allah swt. Nabi saw pernah bersabda: "Barangsiapa mempunyai satu keinginan (yaitu kehidupan akherat), niscaya Allah akan mencukupkan kehidupan yang diinginkannya di dunia. Barangsiapa yang keinginannya bercabang-cabang, maka Allah tidak akan mempedulikan kebinasaannya di lembah manapun di dunia ini." [HR. Hakim, Baihaqiy, dan Ibnu Majah]

0 komentar: