JER BASUKI MAWA BEA

9/02/2010 08:11:00 PM Posted In Edit This 0 Comments »



Orang Jawa Timur mestinya paham arti kata-kata diatas karena frase tersebut adalah semboyan wilayah Jawa Timur. Jer Basuki Mawa Bea.

Sebagai orang kelahiran Jawa Timur, saya sangat bangga terhadap semboyan tersebut. Begitu lugas menantang orang-orang yang pelit, begitu lantang menantang para pemalas, begitu berani menantang orang-orang yang sok ikhlas, begitu indah mewujudkan sebuah prinsip dalam kata-kata elok tanpa jumawa.

Jer Basuki Mawa Bea: Jika mau sukses harus pakai biaya. Mungkin Sudara yang tidak paham dengan adanya kata bea/biaya akan segera berasumsi bahwa orang Jawa Timur dirancang untuk matre.

Kenyataannya tidak demikian karena bea atau biaya disini tidak hanya mengacu pada uang atau materi saja melainkan segala macam cost. Ada psychological cost, financial cost, social cost dan cost-cost lain yang bermakna pengorbanan.

Apakah Anda masih ragu terhadap hebatnya semboyan Jawa Timur ini? Saya akan menantang Anda untuk memahaminya dengan cara bodo-bodoan saja karena saya tidak ahli menerangkan secara ilmiah kepada Sudara sekalian.

Kalau Anda ingin makan, apa yang Anda butuhkan? Tentu saja makanan. Dari mana makanan in Anda dapat? Disinilah Anda dituntut menanggung cost.

Kalau Anda masih bayi, ibu Anda yang menanggung cost-nya. Ibu Anda berkorban, menyusui Anda atau membelikan susu instant untuk Anda.
Kalau Anda balita, masih orang tua Anda yang menanggung cost tersebut.

Kalau Anda usia es de, maka masih orang tua Anda yang harus menanggung cost-nya. Namun jika di usia tersebut Anda adalah anak gelandangan, Anda harus berpikir ulang apakah Anda harus mengemis, mengamen, mencopet atau apalah yang dapat menghasilkan uang untuk membeli makanan atau untuk makanan itu sendiri. Jika Anda mengemis, cost-nya lebih rendah karena hanya berbekal “Mbak, bagi uangnya Mbak…. Belum makan dari setahun lalu…” Jika Anda ingin mengamen, mungkin cost-nya lebih tinggi karena Anda harus menyanyi tambah lagi kalau perlu kincringan atau gitar butut atau botol Aqua berisi kerikil. Kalau Anda mencopet, Anda harus punya skill yang lebih beresikomenentang hukum dan perlu diketahui keahlian mencopet ternyata dilembagakan dalam sebuah “kursus” plus training kilat. Ingat Oliver Twist karya Charles Dickens, Oliver, si anak kecil malang itu, harus rela di-training paksa oleh Badger, pencopet anak senior.

Kalau Anda ingin meraih karir yang sukses, ada juga cost-nya. Anda harus bekerja dengan heroik tak kenal lelah. Insya Allah, gaji Anda naik dan jabatan Anda segera melejit seperti roket. Namun ada cost lain yang harus Anda tanggung setelah sukses. Mungkin keluarga Anda akan kehilangan sebagian waktu untuk bersama Anda. Atau teman-teman sejawat Anda akan iri dan meninggalkan Anda atau yang lebih parah mereka menjegal Anda karena menginginkan kesuksesan serupa. Jangan lupa badan capek pegal-pegal, stres berat dan semacamnya menunggu Anda, usahakan badan dan pikiran tetap fresh.

Lebih-lebih lagi jika negara ini mau bangkit maka ada cost yang ditanggung oleh masing-masing pihak. Ulama, umara dan ummat mesti saling membagi tugas tanpa ada yang dibohongi, tanpa ada yang dirugikan, tanpa ada yang dikibuli. Semua orang mesti rela berkorban BUKAN dikorbankan.

Ulama, jadilah ulama yang benar. Ulama yang seakar dengan kata ilmu haruslah orang-orang yang mengungkapkan kebenaran suatu ilmu. Jika ilmu itu terbukti justru merepotkan negeri tidak perlu sungkan menyisihkannya dan memakai ilmu lain yang benar dan lurus. Orang-orang pinter ini tugasnya memintarkan umara dan ummat bukan untuk minteri (membohongi dengan kepintarannya, bahasa Jawa) ummat demi kepentingan segelintir umara atau diri sendiri. Wahai ulama, engkau bagaikan gentong atau kendi wadah air. Jika kau kotor, maka air yang diteguk oleh para manusia dahaga itu tidak mustahil beracun dan menyakiti atau membunuh mereka. Kalian tahu lebih banyak tentang urusan dosa, bukan?

Umara, jadilah umara yang benar. Umara yang seakar dengan kata amir, pemimpin haruslah orang-orang yang kemampuan leadership-nya dilandasi oleh kemurnian niat memakmurkan orang-orang yang dipimpinnya. Ibarat gembala, dia pasti mengutamakan kepentingan ternaknya; sebelum dia menemukan lapangan berumput segar manis untuk ternaknya, sang gembala tidak semestinya duduk bersantai di bawah pohon untuk menikmati bekal dan bermain seruling. Ingat, kemungkinan ada srigala disana. Jika ternak habis dimakan srigala mungkin kau masih bisa menangis wahai gembala… Namun jika ternyata ternakmu lebih awas terhadap bahaya yang biasa menyerang mereka karena kelengahanmu yang terus menerus, maka apa yang akan kau lakukan jika srigala-srigala itu siap menerkammu? Jangan pula terlalu sering bermain tongkat pada ternakmu, mereka akan membencimu karenanya. Tongkatmu hanya untuk mendisiplinkan bukan untuk menghukum. Semua harus proporsional. Kau tidak suka diserang ternakmu sendiri bukan?

Ummat, jadilah ummat yang benar. Ummat yang bisa diartikan pengikut. Ummat bisa seumpama ternak yang di-angon sang gembala berseruling. Tak ada salahnya sedikit protes jika rumput di tanah lapang tidak lagi layak disuguhkan kepada kita namun jangan juga terlalu membandel hanya untuk kepentingan sendiri. Janganlah indahnya bunga cantik kesukaan pribadimu membuatmu mberot (tak mau jalan, bahasa Jawa) tak mau mengikuti rombongan yang sedang mengarah ke telaga sejuk di di tepi padang rumput yang hijau segar dan manis. Biarlah, jika nanti gembala kita tidak becus, kita pilih saja gembala lain, kalau mungkin dari kalangan ternak juga. Siapa tahu dia lebih mengerti kita.

Kok saya jadi sok main sanepan (simbolisasi, bahasa Jawa) politik begini ya he he he…

Ok, kembali pada Jer Basuki Mawa Bea; bea adalah biaya adalah cost adalah pengorbanan adalah resiko adalah consequences, yang harus Anda tanggung, yang terlahir bersama langkah yang Anda ambil setiap tarikan nafas kehidupan Anda.

Saya bangga menjadi orang Jawa Timur yang berani mewujudkan Jer Basuki Mawa Bea. Saya telah dan selalu menerima apapun resiko yang harus saya hadapi dari apapun yang telah saya lakoni (lakukan, bahasa Jawa). Dan, Anda pun harus siap dengan apa yang telah Anda lakukan kepada orang Jawa Timur yang paham benar dan nyarujuki (menyetujui, bahasa Jawa) semboyan tersebut. Jangan heran kalau Anda akan bangkrut pada akhirnya karena “mengingkari” apa yang telah Anda setujui diawal sebuah akad dengan seorang Jawa Timur yang ber-Jer-Basuki-Mawa-Bea. Cost dari ketidakjujuran dan pengingkaran Anda adalah cost terberat yang harus Anda tanggung.

Rawe-rawe rantas, malang-malang putung!

0 komentar: