10/06/2009 03:25:00 PM Edit This 0 Comments »

ADAB BERPAKAIAN DAN BERHIAS

Allah -Ta’ala- berfirman :

“ Wahai bani Adam, telah kami turunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi auratkalian dan juga perhiasan. Sedangkan pakaian takwa , demikian itu lebih baik. Demikian itu adalah salah satu dari ayat-ayat Allah, agar mereka mau mengingatnya. Wahai Bani Adam, janganlah sampai syaithan menimpakan fitnah kepada kalian sebagaimana dia telah mengeluarkan kedua orang tua kalian dari surga, dan meninggalkan pakaian mereka berdua sehingga auratnya tersingkap. Sesungguhnya syaithan, dia dan pengikutnya dapat melihat kalian dari tmepat yang kalian tidak dapat melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan para syaithan sebagai wali bagi orang-orang yang tidak beriman “( Al-A’raf : 26 – 27 ).

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash radhiallahu ‘anhuma, dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : ” Makan, minum, bersedekah dan berpakainlah kalian tanpa berlebih-lebihan dan berbuat kesombongan”[1].

Di antara adab-adab mengenakan pakaian dan berhias :

1. Wajibnya Menutup Aurat :

Allah telah memberikan nikmat kepada hamba-hambanya yang mana Allah menutup mereka dengan pakaian yang hakiki, kemudian membimbing mereka kepada pakaian lainnya yang ma’nawi yang lebih besar kedudukannya daripada pakaian yang pertama, Allah Jalla wa ‘Ala :

“ Wahai bani Adam, telah kami turunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi auratkalian dan juga perhiasan. Sedangkan pakaian takwa , demikian itu lebih baik. Demikian itu adalah salah satu dari ayat-ayat Allah, agar mereka mau mengingatnya. Wahai Bani Adam, janganlah sampai syaithan menimpakan fitnah kepada kalian sebagaimana dia telah mengeluarkan kedua orang tua kalian dari surga, dan meninggalkan pakaian mereka berdua sehingga auratnya tersingkap. Sesungguhnya syaithan, dia dan pengikutnya dapat melihat kalian dari tmepat yang kalian tidak dapat melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan para syaithan sebagai wali bagi orang-orang yang tidak beriman “( Al-A’raf : 26 – 27 ).

Ibnu Katsir berkata – di dalam menafsirkan ayat ini – Allah memberikan nikmat kepada hamba-hambanya dengan apa yang telah dia jadikan bagi mereka berupa libas (pakaian) dan risyah (perhiasan), libas yang menutup aurat dan aurat adalah as-sauaat, dan Ar-Risy adalah apa yang dipakai untuk berhias secara zhahir, maka yang pertama termasuk perkara yang darurat dan Ar-Risy termasuk perkara yang sekunder dan berupa kebutuhan tambahan[2].

Dan menutup aurat termasuk dari adab-adab yang agung yang diperintahkan didalam agama Islam, bahkan laki-laki dan perempuan dilarang melihat kepada aurat sebagian mereka dikarenakan akan mengakibatkan mafsadah . Syariat telah mengantisipasi setiap pintu yang dapat menghantarkan kepada kejelekan, dan aurat merupakan seuatu yang oleh seorang manusia tidak senang menampakkannya, melihatnya. Karena kata aurat itu diambil dari kata al-aur yang artinya adalah al-aib (yang memalukan), dan setiap sesuatu yang kamu tidak suka memandang kepadanya, karena memandang kepadanya dianggap sebagai sesuatu yang aib (memalukan), sebagaiman perkataan Ibnu Utsaimin[3].

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : ” Janganlah seorang laki-laki memandang kepada aurat laki-laki, dan jangan pula wanita memandang kepada aurat wanita, dan janganlah seorang laki-laki berselimut dengan laki-laki lain dalam satu kain, dan janganlah seorang wanita berselimut dengan wanita lainnya di dalam satu kain[4]“[5].

Dari Al-Miswar bin Makhramah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : “ Saya datang dengan batu berat yang saya bawa sedangkan saya mengenakan sarung yang tipis, beliau berkata : “Tiba-tiba sarung saya terlepas sedangkan ada bersamaku batu yang tidak dapat saya letakkan di tempatnya sampai saya membawanya ke tempatnya, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ” Kembali engkau ke kainmu dan kenakanlah. Jangan kamu berjalan dalam keadaan telanjang”[6].

Dan Dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya dia berkata : “Saya berkata wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Manakah aurat kami yang kami harus jaga dan yang boleh kami tampakkan ? Beliau berkata : “ Jagalah auratmu kecuali dari istrimu atau budak yang kamu miliki. Beliau berkata : “Saya berkata : wahai Rasulullah apabila ada satu kaum sebagian mereka berada bersama sebagian lainnya ? Beliau berkata : “ Apabila kamu mampu agar tidak seorang pun dapat melihat auratmu maka jangan sampai mereka melihatnya. Beliau berkata : “ Saya berkata : Wahai Rasulullah : Apabila salah seorang dari kami dalam keadaan bersendiri ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Allah lebih berhak untuk seseorang malu dari-Nya daripada manusia”[7].

Aurat laki-laki yang diperintahkan untuk menutupnya – selain dari suami dan budak perempuannya – mulai dari pusar sampai ke lutut. Dan wanita seluruh badannya adalah aurat – kecuali kepada suaminya – adapun kepada mahramnya maka bagi mereka boleh melihat keapa apa yang selalu nampak seperti wajah, kedua tangan, rambut, leher dan yang semisal dengan hal tersebut, dan aurat wanita bersama anak-anak wanita yang sejenisnya mulai dari pusar sampai ke lutut.

Masalah : Apakah Paha laki-laki Adalah Aurat?

Jawaban : Al-Lajnah Ad-Daa`imah menyatakan : “ Jumhur Fuqaha’ berpendapat bahwa paha laki-laki adalah aurat, mereka berdalil dengan hadits-hadits yang sanad hadits-hadits tersebut tiada yang luput dari kritikan ulama, apakah sanadnya bersambung atau tidak, atau tentang kedhaifan pada sebagian perawinya, akan tetapi sebagian hadits-hadits tersebut saling menguatkan satu sama lainnya sehingga menjadikan derajatnya naik dengan menggabungkan seluruh riwayat yang ada untuk dijadikan hujjah atas masalah yang dibahas. Diantara hadits-hadits tersebut hadits yang diriwayatkan oleh Malik di dalam Al-Muwathta’, Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dari hadits Jarhad Al-Aslami radhiallahu ‘anhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah lewat dan ketika itu saya memakai burdah dan paha saya tersingkap, maka beliau berkata : ” Tutuplah pahamu karena sesungguhnya paha itu aurat” At-Tirmidzi menghasankan hadits ini[8].

Dan sbeagian ulama lainnya berpendapat bahwa paha laki-laki bukan aurat, mereka berdalil dengan hadits riwayat Anas radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallammembuka sarung dari pahanya sehingga saya sungguh melihat putih paha beliau. Ahmad dan Al-Bukhari meriwayatkan dan berkata hadits Anas lebih bagus sanadnya dan hadits Jarhad lebih hati-hati[9], dan pendapat mayoritas ulama lebih hati-hati karena hadits-hadits yang pertama merupakan ketentuan dalam pembahasan ini, sedangkan hadits Anas radhiallahu ‘anhu masih ada masih relatif [10].

Masalah Lainnya : Sebagian wanita sengaja memakai sebagian pakaian yang menampakkan tempat-tempat fitnah dari tubuhnya dan perhiasannya bagian dalam, seperti menampakkan punggung atau paha atau bahagian darinya, atau memakai pakaian yang memperlihatkan tubuhnya, atau sempit yang menonjolkan bagian-bagian yang dapat menimbulkan fitnah, dan sebagian mereka beralasan bahwa aurat yang diperintahkan untuk menutupnya diantara wanita adalah mulai dari pusar sampai ke lutut, dan bahwa mereka hanya memakai pakaian tersebut di perkumpulan wanita saja, maka apa jawaban atas pernyataan tersebut?

Jawabannya : Tidak diragukan lagi bahwa aurat perempuan bersama perempuan lainnya adalah apa saja yang ada diantara pusar dan lutut, akan tetapi hal ini disyaratkan apabila aman dari fitnah, dan yang terjadi pada kebanyakan wanita pada hari ini mereka melewati batasan di dalam menutup aurat mereka[11].

Bahkan keadaan ini membawa kepada terfitnahnya sebagian wanita kepada sebagian lainnya. Sekian banyakkisah yang populer berkaitan dengan mereka – kaum wanta – ini. Ada yang tahu dan ada pula yang tidak mengetahuinya. Perkumpulan wanita bukanlah alasan di dalam memakai pakaian yang tidak halal bagi wanita untuk memakainya, bahkan kapan saja pakaian itu sebagai faktor terjadinya fitnah dan sebagai penggerak tabiat yang jelek maka hal itu diharamkan walaupun hal itu di tengah-tengah para wanita.

As-Syaikh Ibnu Utsaimin memiliki perkataan tentang memakai pakaian yang sempit, alangkah baiknya untuk kami sebutkan hal tersebut, beliau berkata : “Memakai pakaian yang sempit yang menampakkan bagian-bagian tubuh yang dapat menimbulkan fitnah dari tubuh wanita adalah perkara yang diharamkan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ” Dua golongan dari penduduk neraka yang belum saya lihat : sekelompok laki-laki yang ada bersama mereka cambuk seperti ekor-ekor sapi, mereka memukulkannya kepada manusia – maksudnya karena kezhaliman dan aniaya – , dan wanita yang berpakaian lagi telanjang yang menyimpang dari ketaatan Allah dan memakai sanggul yang miring”[12].

Dan perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “mereka berpakaian lagi telanjang” bahwa mereka memakai pakaian yang pendek tidak menutupi apa yang wajib ditutup dari aurat, dan ditafsirkan bahwa mereka memakai pakaian yang tipis yang tidak menghalangi pandangan apa yang ada dibaliknya dari kulit wanita, dan ditafsirkan bahwa mereka memakai pakaian yang sempit yang mana dia menutupi dari pandangan akan tetapi menampakkan lekuk-lekuk tubuh wanita, dan berdasarkan ini tidak boleh bagi wanita untuk memakai pakaian yang sempit kecuali kepada orang yang boleh baginya menampakkan auratnya di sisinya dan dia adalah suaminya karena tidak ada antara suami dan istri aurat berdasarkan firman Allah ta’ala :

“ Dan mereka – orang-orang yang beriman – adalah yang menjaga kemaluan mereka. Kecuali bagi para istri mereka ataukah kepada budak yang mereka milik, karena mereka itu tidak akan dicela karenanya “( Al-Mu’minun : 5 – 6 )

Aisyah berkata : ” Saya dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dari satu bejana tangan-tangan kami berganti-gantian mengambil air pada bejana itu”[13].

Maka seseorang antara dia dan istrinya tidak ada batasan aurat, adapun antara wanita dan mahramnya maka wajib bagi wanita menutup auratnya, dan pakaian yang sempit tidak boleh digunakan di hadapan mahram tidak pula di hadapan para wanita apabila pakaian itu sangat sempit yang menampakkan bagian tubuh wanita yang menggoda[14].

Faedah : termasuk perkara adab bersama Allah subhanahu wa ta’ala, seseorang yang ingin mandi hendaknya menutup dirinya dengan sesuatu yang dapat menutupinya, lebih khusus lagi orang yang berada di tempat-tempat yang terbuka yang tidak ada suatu pun yang menghalanginya. Ya’la radhiallahu ‘anhu telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallampernah melihat seorang laki-laki mandi di Al-Baraz[15] tanpa memakai sarung, maka beliau naik ke mimbar dan bertahmid serta memuji Allah kemudia berkata : “sesungguhnya Allah Azza wa Jalla maha pemalu dan Maha menutupi yang mencintai rasa malu dan sifat menutup diri, maka apabila salah seorang dari kalian mandi hendaknya dia menutup dirinya (dari pandangan orang lain)”[16].

Dan di dalam hadits Hakim dari ayahnya dari kakeknya dia berkata : “….Saya berkata wahai apabila salah seorang dari kami bersendiri? Beliau berkata : Allah lebih berhak untuk kalian malu kepadanya dari pada kepada manusia”[17].

1. Haramnya Laki-laki Menyerupai Wanita Dan Wanita Menyerupai Laki-laki :

Pada perkara tersebut adanya ancaman yang keras dan laknat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : ” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammelaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” dan di dalam lafazh yang lain : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang berperilaku layaknya wanita dan wanita yang berperilaku layaknya laki-laki. Dan berkata keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.”

Ibnu Abbas berkata : “ Nabi mengeluarkan si fulan dari rumahnya dan Umar mengeluarkan si fulan dari rumahnya”[18].

Dan penyerupaan kadang ada pada cara berpakaian, cara berbicara dan terkadang pada cara berjalan dan yang semisalnya. Maka kapan saja seorang laki-laki mengerjakan apa yang merupakan kekhususan wanita di dalam cara berjalan, cara berbicara atau cara memakai pakaian maka dia telah masuk di dalam laknat, atau kapan saja seorang wanita mengerjakan apa yang merupakan kekhususan laki-laki di dalam cara berjalan, cara berbicara atau cara berpakaian maka dia telah masuk dalam laknat tersebut.

Masalah : Apabila Penyerupaan Tersebut Merupakan Sifat Asli Seseorang Apakah Dia Masuk Ke Dalam Laknat Dan Celaan?

Jawab : Ibnu Hajar bekata : “ Adapun seseorang yang penyerupaan tersebut merupakan sifat aslinya maka ia hanya diperintahkan agar berupaya meninggalkan sifat tersebut dan membiasakan untuk meninggalkan kebiasaannya itu secara bertahap, apabila dia tidak melaksanakannya dan terus menerus bersifat seperti itu maka dia masuk ke dalam celaan, terlebih lagi apabila nampak darinya apa yang menunjukkan akan keridhaan akan sifat tersebut. Hal ini merupakan perkara yang jelas dari lafazh Al-Mutasyabbihin[19].

1. Disunnahkan Menampakkan Adanya Pemberian Nikmat Dari Allah Dalam Berpakaian Dan Yang Selainnya :

Disunnahkan bagi orang yang Allah berikan harta agar menampakkan adanya pengaruh nikmat Allah atasnya dengan memakai pakaian yang indah tanpa adanya sikap berlebih-lebihan dan sikap sombong, dan janganlah ia terlalu menekan dirinya sendiri atau berlaku kikir dengan hartanya, bahkan hendaknya dia memakai pakaian yang baru lagi indah dan bersih untuk menampakkan adanya nikmat Allah atasnya.

Diriwayatkan dari Abu Al-Ahwash dari ayahnya dia berkata : “Saya pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pakaian yang lusuh murahan[20]. Maka beliau berkata : “Apakah kamu memiliki harta? Abul A’wash berkata : iya. Beliau berkata : “ Dari harta yang mana? “

Abul A’wash berkata : Allah telah memberiku beberapa sapi dan kambing, kuda dan budak. Nabi berkata : “Apabila Allah telah memberimu harta maka hendaknya engkau menampakkan pengaruh nikmat dan kemuliaan “[21].

Dan manusia di dalam hal ini ada dua sisi dan pertengahan, satu kaum ada yang terlalu menekankan bagi dirinya dan terlalu hemat entahkah itu dengan alasan agama – menurut persangkaan mereka – ataukah karena kebakhilan. Dan kaum yang berlebih-lebihan dan melampaui batas mereka membelanjakan banyak harta pada pakaian yang akan mudah usang, dan kaum yang berada di pertengahan yang mereka menampakkan nikmat Allah kepada mereka dalam berpakaian tempat tinggal tanpa berlebih-lebihan dan tidak pula menyombongkan diri.

1. Haramnya Menyeret Kain Dengan Kesombongan :

Allah mengancam kepada orang yang menyeret pakaiannya karena kesombongan dan merasa lebih tinggi dari yang lain bahwa Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari dimana dia sangat dibutuhkan Rabb semesta alam.

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret kain sarungnya karena sombong di hari kiamat”[22].

Dan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ” Ketika seseorang berjalan dalam keadaan memakai pakaian yang menjadikan dirinya terkagum-kagum dengan rambut jummah[23] (yang tersisir rapi terurai sampai ke pundak) dan Allah membenamkannya di dalam tanah niscaya dia dalam keadaan berteriak sampai hari kiamat”. Dan dalam riwayat Ahmad : “Ketika seseorang berjalan dengan penuh kesombongan memakai pakaian yang mengagumkannya dengan rambut jummah (terurai sampai ke pundak) yang menjadikan kain sarungnya menjulur sampai ke tanah, lalu Allah membenamkannya maka dia berteriak atau jatuh di dalamnya sampai hari kiamat”[24].

Hadits-hadits diatas tadi sebagaimana yang anda lihat menjelaskan haramnya menyeret pakaian dengan penuh kesombongan dan merasa lebih tinggi dari manusia lainnya. Demikian itu karena kesombongan bagian dari sifat Allah Azza wa Jalla, dan sifat itu adalah sifat kesempurnaan bagi-Nya subhanahu. Tidak sepatutnya bagi makhluk menjadikan sifat ini ada padanya. Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Al-Izzu (kemuliaan) adalah sarung Allah dan Al-Kibriyaa’ (kesombongan) adalah selendangnya, maka barang siapa yang menentangku aku akan mengadzabnya” . Pada lafazh riwayat Abu Daud : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Allah ‘azza wa Jalla berfirman : “Al-Kibriyaa’ adalah selendangku dan Al-Azhamah adalah sarungku maka barang siapa yang menentangku salah satu dari keduanya niscaya aku akan melemparkannya ke dalam neraka”[25].

An-Nawawi berkata : “ Makna “menentangku” : Berakhlak dengan sifat tersebut, sehingga bermakna saling berserikat dalam sifat tersebut, dan ini merupakan ancaman yang keras terhadap sifat sombong, dan penjelasan terhadap pengharamannya[26].

Faedah : Pakaian yang bagus, baik yang berharga atau yang tidak berharga, tidaklah dianggap bagian dari kesombongan yang pelakunya diancam dengan ancaman keras, dan yang tercela ada pada orang yang di dalam hatinya bersemayam sifat sombong, berjalan dengan penuh kecongkakan meremehkan orang lain dan ‘ujub/kagum akan diri dan penampilannya maka hal ini yang tercela.

Ibnu Hajar berkata : “ Keseluruhan dalil yang ada menjelaskan bahwa barang siapa yang memaksudkan dengan pakaiannya yang bagus untuk menampakkan dan menunjukkan nikmat Allah kepada-nya serta bersyukur atas nikmat tersebut tanpa merendahkan orang yang tidak memiliki hal yang semisal dirinya, maka pakaian mubah yang dikenakannya tidak akan memudharatkannya walaupun yang pakaian yang dia pakai sangat berharga.

Di dalam shahih Muslim dari Ibnu Mas’ud : ” Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Tidak akan masuk surga orang yang ada di hatinya seberat biji dzarrah dari sifat sombong, maka seseorang berkata : Sesungguhnya seseorang menyenangi pakaiannya bagus dan sendalnya bagus, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Sesungguhnya Allah itu indah mencintai sesuatu yang indah, kesombongan itu berupa penolakan kebenaran dan merendahkan manusia”[27],[28].

Catatan penting : Ibnu Hajar berkata : “ Dari konteks hadits-hadits diatas[29] dapat diambil suatu ulasan bahwa kaitan sifat sombong dengan menyeret pakaian untuk menjelaskan seringnya hal itu terjadi. Dan penolakan kebenaran serta berjalan dengan kecongkakan adalah perkara yang tercela walaupun bagi orang yang menyingsingkan lengan baju[30].

1. Haramnya Pakaian Syuhroh (agar menjadi terkenal karena pakaian tersebut) :

Kebanyakan orang – khususnya wanita – berlomba-lomba memakai pakaian yang bernilai tinggi dengan harapan agar orang-orang mengangkat pandangan mereka kepadanya dan pakaiannya menjadi masyhur diantara mereka, diiringi sifat ingin lebih tinggi kedudukannya dari yang lain, congkak dan sombong kepada mereka.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Barang siapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia niscaya Allah memakaikannya pakaian kehinaan di hari kiamat” dan diriwayatkan dengan lafazh “pakaian yang semisalnya”[31].

Ibnu Al-Atsir berkata : “ As-Syuhrah adalah menampakkan sesuatu, dan yang dimaksud adalah bahwa pakaian seseorang terkenal diantara manusia dikarenakan perbedaan warna dari warna-warna pakaian mereka maka orang-orang pun mengangkat pandangan mereka kepadanya sehingga membuatnya meremehkan mereka dengan sifat ‘ujub dan takabbur…dan

Ibnu Raslan berkata : “Karena memakai pakaian syuhrah di dunia untuk menjadi mulia dengannya dan menyombongkan diri atas orang lain maka Allah akan memakaikannya di hari kiamat pakaian yang terkenal dengan kehinaannya dan meremehkannya diantara mereka sebagai hukuman baginya, dan hukumannya sesuai jenis amalan seseorang …dan perkataan Nabi : “pakaian kehinaan” yaitu Allah memakaikan kepadanya di hari kiamat pakaian kehinaan, dan maksudnya adalah pakaian yang menyebabkan kehinaan di hari kiamat sebagaimana seseorang itu memakai pakaian di dunia agar dimuliakan oleh manusia dan untuk keangkuhan didepan mereka , sebagaimana dikatakan didalam ‘Aun Al-Ma’bud[32].

Catatan : pakaian syuhrah bukanlah khusus dengan nilainya yang berharga tinggi, bahkan setiap pakaian – walaupun rendah nilainya – akan tetapi menghantarkan kepada syuhrah, dan tujuan orang yang memakainya agar menjadi terkenal diantara manusia maka dia adalah pakaian syuhrah, sebagaimana seseorang yang memakai pakaian yang kumuh dan compang-camping agar manusia meyakini ada padanya sifat zuhud dan wara’, dan yang semisalnya.

Ibnu Taimiyah berkata : “Pakaian syuhrah itu dimakruhkan , karena merupakan pakaian kesombongan dan keluar dari kebiasaan manusia, dan pakaian rendahan yang keluar dari kebiasaan. Sesungguhnya para salaf dahulu menganggap makruh dua jenis syuhrah, pakaian kesombongan dan pakaian rendahan, dan di dalam hadits : “Barang siapa yang memakai pakaian syuhrah Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan” dan perkara yang terbaik adalah perkara yang ada di pertengahan[33].

1. Haramnya Emas Dan Sutra bagi Laki-laki Kecuali Ada Udzur :

Diharamkan bagi laki-laki memakai emas dan sutra, dan dibolehkan bagi wanita, emas merupakan perhiasan yang dipergunakan kaum wanita untuk berhias – dan demikian pula sutra – , adapun laki-laki dialah yang mengharapkan bukan yang diharapkan – untuk memakainya – Dimana emas dan sutra mengandung tambahan kesenangan yang menggoyahkan kekakuan laki-laki dan kekerasannya, maka bagaimana jika perkara tersebut terlarang oleh syariat, tentu yang wajib adalah berserah diri terhadap ketetapan syariat.

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : “ Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengambil kain sutra dan menjadikannya di sebelah kanannya, dan mengambil emas dan menjadikannya di sebelah kirinya kemudian beliau bersabda : “ Sesungguhnya kedua benda ini haram atas laki-laki dari ummatku”[34].

Dan dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barang siapa yang memakai sutra di dunia dia tidak akan memakainya di akhirat”[35].

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya beliau melarang dari cincin emas”[36].

Berikut atsar-atsar yang telah dikemukakan sebelumnya – dan yang selainnya – menunjukkankan haramnya emas dan perak bagi laki-laki, kecuali ada beberapa keadaan yang dikecualikan dari pengharaman ini : boleh bagi laki-laki memakai sutra apabila ada padanya gatal dan dia terganggu dengan gatal tersebut, dari Anas radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan kepada Abdurrahman bin Auf dan Az-Zubair memakai gamis yang terbuat dari sutra karena gatal yang diderita oleh keduanya[37].

Dan dibolehkan bagi seseorang memakainya di dalam peperangan, atau menolak kemudharatan seperti orang yang tidak mendapatkan pakaian kecuali pakaian sutra untuk menutup auratnya, atau untuk menghalau rasa dingin. Dibolehkan memakai sutra apabila sebagian dari pakaian kira-kira empat jari atau kurang dari itu, berdasarkan hadits Umar bin Al-Khaththab dia berkata : ” Nabiyullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakai sutra kecuali seluas dua atau tiga atau empat jari[38].

Dibolehkan memakai emas – untuk pengobatan – bagi laki-laki karena darurat, sebagaimana yang terjadi pada Arfajah radhiallahu ‘anhu, dari Abdurrahman bin Tharfah bahwa kakeknya Arjafah bin As’ad hidungnya terpotong di hari peperangan Al-Kullab, maka dia membuat hidung dari daun namun daun itu berbau dan mengganggu dirinya, maka Nabi memerintahkannya untuk mengganti dengan yang terbuat dari emas[39].

Masalah : Apakah boleh anak-anak memakai sutra?

Jawab : Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah berkata : Adapun memakaikan sutra bagi anak-anak, yang belum mencapai usia baligh, maka ada dua pendapat yang populer di kalangan ulama, namun yang paling tepat dari kedua pendapat tadi adalah pendapat yang mengatakan tidak bolehnya, karena perbuatan apa yang haram diperbuat oleh laki-laki dewasa maka haram pula pemakaiannya bagi anak kecil. Seseorang diwajibkan untuk menyuruh anak kecil mengerjakan shalat ketika dia mencapai umur tujuh tahun, dan memukulnya ketika dia mencapai umur sepuluh tahun, maka bagaimana bisa halal baginya untuk memakai hal-hal yang haram.

Umar bin Al-Khaththab pernah melihat ada pada seorang anak kecil anak dari Az-Zubair memakai pakaian dari sutra maka Umar merobek-robek baju tersebut dan berkata : “ Janganlah kalian memakaikan mereka sutra. Dan demikian pula Ibnu Mas’ud pernah merobek baju sutra yang ada pada anaknya…[40].

Terjemahan dari kitab : “Kitab Al-Adab”, karya : Fu`ad bin Abdul Azis Asy-Syalhuub.

0 komentar: